Jumat, Mei 08, 2009

Menyiapkan Bahan Ajar Sesuai dengan Tingkat Berpikir Siswa

Seorang anak perempuan siswa kelas VI yang baru saja mempelajari materi Ciri-ciri Perkembangan dan Perkembangbiakan Makhluk Hidup bertanya dengan polos kepada ayahnya sambil membawa buku pelajaran IPA “Ayah, cairan mani itu apa sih? Kata bu guru, kalau anak laki-laki sudah baligh, dia bisa mengeluarkan cairan mani. Aku baca di buku juga katanya gitu. Sang ayah bingung menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh putrinya. Kemudian ia menjawab. “Cairan mani itu cairan yang keluar dari alat kelamin laki-laki”. Putrinya menukas. “Oh, jadi cairan mani itu air kencing ya. Kalau gitu sih dari bayi anak laki-laki udah baligh, kan dia pipis tiap hari”.

Petikan dialog tersebut tidak akan terjadi seandainya guru menyiapkan bahan ajar dengan baik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa seringkali guru mengembangkan bahan ajar hanya berpatokan kepada satu buku sumber. Kondisi demikian tentunya membuka peluang besar kepada penerbit buku untuk mereguk keuntungan. Menjelang tahun ajaran baru, penerbit buku berusaha membujuk guru agar menggunakan buku yang diproduksinya. Fenomena ini lazim terjadi walaupun pemerintah secara resmi telah melarang guru untuk menjual buku kepada siswa di sekolah. Namun guru sebagai ujung tombak kegiatan belajar mengajar tetaplah menjadi orang yang paling dipercaya untuk menentukan kualitas buku sumber belajar, sehingga nantinya siswa diharapkan membeli buku pelajaran yang direkomendasikan oleh gurunya. Karena itulah, masing-masing penerbit berusaha menonjolkan kelebihan buku tersebut, baik dari segi kelengkapan materi yang tercakup dalam buku, maupun dari segi harga.

Bagi sebagian besar guru, buku pelajaran yang paling baik untuk direkomendasikan kepada siswa adalah buku yang paling lengkap cakupan materinya. Tak aneh, buku pelajaran yang dipilih sebagai buku pegangan siswa sama dengan buku teks sumber mengajar yang dimiliki oleh guru. Akhirnya, buku tersebut menjadi satu-satunya sumber pertimbangan bagi guru dalam mengembangkan bahan ajar.

Padahal, selayaknya siswa memiliki buku teks pegangan tersendiri yang sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bukan sengaja disesuaikan dengan kemampuan kognitif gurunya. Untuk itu, sebelum menentukan buku pelajaran yang tepat bagi siswa, hendaknya guru terlebih dulu mengenali dan mempertimbangkan kondisi siswanya, terutama agar kasus yang menimpa siswa kelas VI tersebut tidak terulang kembali.

Memang menurut Piaget, dalam buku Piaget’s Cognitive-Stage Theory, anak yang berumur di atas 11 tahun berada pada tahapan perkembangan kognitif operasional formal. Tahapan dimana anak sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit. Akan tetapi perlu disadari bahwa kemampuan tersebut tidak dapat digeneralisasikan terhadap semua anak.

Saking lengkapnya cakupan materi di buku sumber belajar, justru seringkali malah membebani kognitif siswa. Akibatnya kegiatan belajar bukanlah menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan. Sebab itulah, guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengolah bahan ajar yang handal agar bahan ajar dapat dipahami oleh siswa dengan mudah.

Dr. Ari Widodo, pakar pendidikan dari UPI, mengemukakan bahwa ada tahapan-tahapan yang diperlukan untuk mengolah bahan ajar.

  1. Menganalisis standar kompetensi dan kompetensi dasar serta menentukan indikator pembelajaran;
  2. Menganalisis struktur materi dari buku teks (hendaknya buku teks yang digunakan lebih dari satu). Analisis dilakukan untuk mengetahui konsep-konsep penting dan jenjang konsep mulai dari yang cakupannya paling luas sampai sempit. 
  3. Melakukan pengkajian empiris mengenai pengetahuan awal (prior knowledge) siswa. Perlu untuk dipahami bahwa pikiran siswa tidak bisa dianalogikan sebagai kertas kosong yang dapat ditulisi secara bebas oleh guru. Yakini bahwa siswa yang ada di hadapan guru telah mempunyai pengetahuan awal yang diperoleh siswa sebagai hasil dari proses belajar sebelumnya. Dalam tahapan ini guru menggali informasi dari siswa mengenai konsep-konsep penting dari bahan ajar yang akan dikembangkan melalui tanya jawab atau wawancara. Apabila mayoritas siswa telah mempunyai pengetahuan awal yang tepat melalui suatu konsep, maka konsep tersebut tidak perlu diulas dalam bahan ajar sehingga guru dapat beralih pada penyajian konsep lainnya. Alokasi waktu pembelajaranpun dapat lebih diefektifkan dan lebih difokuskan untuk mengkaji konsep-konsep yang lebih sulit. Tahapan ini juga hendaknya dioptimalkan oleh guru untuk mengenali tahapan kognitif dan gaya bahasa siswa sehingga guru tidak mengembangkan bahan ajar yang terlalu sulit untuk dipahami. 
  4. Menyusun bahan ajar berupa modul atau lembar kerja siswa untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran.


Pengembangan bahan ajar yang baik memang tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Namun, kendala ini dapat disiasati dengan menyusun bahan ajar di awal tahun ajaran baru. Bahan ajar ini disusun dengan didasarkan pada data pengkajian pengetahuan awal siswa untuk materi yang sama di tahun ajaran sebelumnya, dengan asumsi bahwa siswa di tahun ajaran sebelumnya memiliki pengetahuan awal yang tidak jauh berbeda dengan siswa di tahun ajaran sekarang. Semoga bermanfaat.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

trims ya...q jd dpt bhn matkul aq oya kunjung jg ya ke blog jelek aq di http://pribadi-muslim.blogspot.com/