Senin, Juli 26, 2010

Perlukah Pendidikan Seks untuk Anak?

Ditunjuknya pengacara kondang Hotman Paris Hutapea sebagai kuasa hukum Cut Tari membuat kasus video porno yang diduga diperankan oleh Ariel, Luna Maya dan Cut Tari terus bergulir panas dan entah sampai kapan berakhir. Hebohnya kasus ini sangat menarik perhatian masyarakat dan berdampak besar bagi anak-anak yang mengidolakan ketiga artis itu.

Betapa mirisnya mengetahui bahwa semakin banyak anak Indonesia yang melakukan pelecehan, pemerkosaan dan menjadi korban seksual seiring bergulirnya kasus tersebut. Ketua KPAI Hadi Supeno mengungkapkan dari tanggal 14 Juni-23 Juni KPAI menerima laporan 33 anak yang diperkosa berumur antara 4-12 tahun. Para pelaku yang berusia 16-18 tahun, mengaku sebelum memperkosa, mereka menonton video Ariel. Seluruh pelaku yang tertangkap polisi mengaku terangsang setelah menyaksikan tayangan seks Ariel (www.kpai.go.id). Kita sebagai masyarakat hanya bisa berharap agar para pelaku dan penyebar video porno ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya agar memberikan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat.

Peristiwa ini tak pelak memunculkan serangkaian pertanyaan. Bagaimana masa depan generasi muda Indonesia? Mengapa mereka dapat dengan mudah terprovokasi oleh tayangan porno? Perlukah pendidikan seks diberikan kepada anak?

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh kepada Antara (www.antaranews.com) menyatakan ketidaksetujuannya dengan keinginan sejumlah pihak agar diberikan pendidikan seks di sekolah kepada murid terkait dengan maraknya peredaran film porno yang diduga dilakukan oleh sejumlah artis. Dalam pandangannya, pendidikan seks tidak perlu menjadi salah satu kurikulum di sekolah karena seks bisa tumbuh dan muncul secara alamiah tanpa harus diajarkan.

Anda dapat sepakat atau berbeda pandangan dengan beliau. Namun yang tidak dapat dipungkiri, masa remaja adalah masa dimana seseorang memiliki keingintahuan yang besar mengenai seks. Di Indonesia, kata seks menjadi kata yang paling populer dicari melalui mesin pencari informasi Google. Oleh karena masih banyaknya orang yang menganggap seks tabu untuk dibicarakan kepada anak, maka anak berinisiatif mencari tahu sendiri melalui berbagai sumber informasi yang tak jarang keliru untuk memenuhi rasa keingintahuannya. Akibatnya, jika tidak mendapatkan informasi mengenai seks yang sepatutnya mereka akan terpengaruh oleh mitos-mitos yang tidak benar tentang seks.

Hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks pranikah (http://kumpulan.info/keluarga/anak/40-anak/258-pendidikan-seks-anak.html). Angka yang memprihatinkan di negeri yang cukup menjunjung tinggi nilai moral dan menganggap tabu dalam membicarakan seks. Dengan demikian, kiranya perlu dipertimbangkan agar pendidikan seks diberikan kepada anak oleh pihak yang berkompeten seperti orang tua, guru dan praktisi kesehatan.

Pendidikan Seks oleh Orang Tua
Mengapa orang tua ditempatkan pada urutan pertama sebagai pihak yang paling bertanggung jawab memberikan pendidikan seks kepada anak? Orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak. Prof. Dr. Nuryani Rustaman, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, menghimbau orang tua hendaknya memberikan pendidikan seks sejak balita, sejak anak dapat mengenali alat kelamin dirinya.

Maraknya kekerasan dan pelecehan seksual kepada anak di bawah umur dimungkinkan terjadi karena kurangnya pengetahuan anak untuk menjaga organ seks miliknya dari jangkauan orang lain. Pada usia balita anak dikenalkan dengan berbagai organ tubuhnya termasuk penis dan vagina. Organ tersebut harus dijaga dan dirawat kebersihannya dengan mencontohkan kepada anak bagaimana cara memeliharanya. Lalu jelaskan perbedaan alat kelamin yang dimiliki lawan jenisnya. Beritahu anak untuk tidak mempertontonkan organ seksnya di hadapan umum dan tekankan bahwa jangan sampai anak membiarkan organ kelaminnya disentuh oleh orang lain selain orang tuanya. Bila hal itu terjadi, katakan padanya agar berteriak sekeras-kerasnya dan melaporkan pada orang tua (http://kumpulan.info/keluarga/anak/40-anak/258-pendidikan-seks-anak.html).

Ketika anak sudah berani mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis, misalnya mengenai asal-usul bayi, orang tua tinggal menjawabnya secara sederhana bahwa bayi berasal dari benih yang diberikan ayah kepada ibu. Ayah memberikan benih melalui penis ke vagina ibu. Inilah yang disebut hubungan seksual dan hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri.

Saat pola pikir anak semakin berkembang menjelang akil baligh, waktu yang tepat bagi orang tua untuk mengenalkan haid (menstruasi), mimpi basah dan perubahan fisik serta emosional anak ketika pubertas. Orang tua dapat menjelaskan bahwa anak perempuan akan mengalami haid yang ditandai dengan keluarnya darah dari vagina yang disertai dengan perubahan bentuk tubuh dan tumbuhnya payudara serta rambut-rambut halus di tempat-tempat tertentu. Sedangkan pada anak laki-laki masa pubertas ditandai dengan keluarnya cairan kental dari penis yang disebut cairan mani. Muncul jakun dan rambut-rambut halus di tempat tertentu disertai pula perubahan suara. Pada usia demikian, biasanya anak-anak merasa bingung, malu dan tidak percaya diri dengan perubahan dirinya. Karena itulah orang tua berperan besar untuk menenangkan dan memberikan pengetahuan-pengetahuan yang tepat. Informasikan juga kepada anak bahwa bila ia sudah mengalami pubertas, maka secara biologis ia sudah dapat menjadi ayah atau ibu. Oleh karena itu ia harus lebih berhati-hati menjaga organ seksualnya secara bertanggung jawab. Ajak anak untuk berdiskusi mengenai akibat pergaulan bebas dan penyakit seksual yang mungkin terjadi jika anak tidak bertanggung jawab dengan organ seksualnya. Terangkan sanksi agama dan sanksi sosial yang diberikan bila seseorang hamil di luar nikah, menikah karena 'kecelakaan', aborsi atau bahkan mengidap penyakit menular seksual yang mematikan.

Pendidikan Seks di Sekolah
Dengan dimulainya pendidikan seks sejak dini oleh orang tua, maka guru di sekolah tinggal memberikan penekanan-penekanan penting sesuai kurikulum yang berlaku. Pemerintah tidak perlu memunculkan kurikulum yang baru untuk merespon permintaan dari berbagai kalangan yang menghendaki diberikannya pendidikan seks di sekolah karena sebenarnya pendidikan seks dapat disampaikan dalam pembelajaran biologi khususnya materi sistem reproduksi pada manusia. Kurikulum di Indonesia yang bersifat spiral, memungkinkan materi yang dipelajari di Sekolah Dasar diulas secara lebih mendalam di tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Atas sehingga pembelajaran materi Sistem Reproduksi Manusia berjalan berkesinambungan.

Guru tidak perlu malu ataupun sungkan mengajak siswa berdiskusi di kelas, justru guru harus dapat memanfaatkan kesempatan ini agar siswa dapat memperoleh pengetahuan yang benar dari sumber yang tepat. Ajak siswa untuk menggali informasi mengenai struktur dan fungsi organ reproduksi, karena fungsi organ pasti berkaitan dengan strukturnya. Strategi pembelajaran yang demikian menghindarkan siswa untuk sekedar menghapal akan tetapi membuat siswa memahami dan memaknai materi yang dipelajari. Minta siswa untuk mengemukakan cara perawatan organ reproduksi yang sangat penting bagi kelangsungan masa depan mereka. Libatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran kolaboratif atau kooperatif dalam rangka mengkaji kesehatan reproduksi terutama yang berkenaan dengan penyakit menular seksual dan kehamilan di luar nikah. Kepekaan siswa terhadap fenomena aktual di masyarakat dapat diasah dengan mengangkat isu-isu hangat yang beredar seperti pengaruh video/film porno, aborsi, kekerasan dan pelecehan seksual. Pembelajaran yang demikian tidak hanya dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa, tapi juga mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa yang merupakan salah satu jenis keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Tidak ada komentar: