Sabtu, Desember 08, 2012

Keajaiban Sebuah Sel Induk



Ketika sebuah organ gagal berfungsi, maka tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan kehidupan selain dengan transplantasi organ. Akan tetapi,  transplantasi organ bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Sulitnya mencari donor organ yang tepat, bahkan dari anggota keluarga sendiri tentunya menjadi kendala. Berbagai penelitian di bidang kedokteran menemukan bahwa sel stem embrionik manusia dapat digunakan untuk transplantasi berbagai organ yang rusak, seperti ginjal, hati, jantung, tulang, dan sebagainya.
    Ardyanto (2006:-) juga Odorico, Kaufman, dan Thomson (2001:193) mengemukakan bahwa sel stem merupakan sel yang sangat istimewa. Ada dua jenis sel stem, yaitu  Embryonic Stem Cells (ESC) dan Adult Stem Cells (ASC). ESC diperoleh dari sel-sel pada tahap blastosit (sekitar 5-7 hari setelah pembuahan). Sedangkan ASC diambil dari sumsum tulang, darah tepi dan darah tali pusat.
Pada manusia, ESC diturunkan dari sel-sel totipoten embrio awal dan memiliki kemampuan berploriferasi secara tak terbatas dan tak terdiferensiasi secara in vitro (Kaufman et al., 2001:10716 ; Thomson et al., 1998:1145). Sel stem diturunkan dari inner cell mass blastokista dan dari sel-sel germ primordial (Schuldiner et al., 2000:11307; Shambloot et al., 2001:113). 
Menurut Thomson et al. (1998:1145), sel ES mengekspresikan aktivitas telomerase tingkat tinggi. Setelah mengalami proliferasi tak terdiferensiasi (undifferentiated proliferation) in vitro selama 4 sampai 5 bulan, sel-sel ini tetap memelihara potensial perkembangan untuk membentuk trofoblas dan  derivat-derivat dari 3 lapisan lembaga embrionik, termasuk epitelium usus (endoderm); kartilago, tulang, otot polos, dan otot lurik (mesoderm); dan epitelium neural, ganglia embrionik, serta epitelium semu berlapis (ektoderm).


1. Klasifikasi Sel Stem
Andra (2006:-) dan Ardyanto (2006:-) mengemukakan bahwa sel stem dapat diklasifikasikan menjadi sel stem totipoten, pluripoten, multipoten, oligopoten, dan unipoten.
a.       Sel stem totipoten dapat berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel yang dibentuk saat sel telur dan sperma bersatu. Sel stem tipe ini dapat berdiferensiasi menjadi tipe sel embrionik yang nantinya akan membentuk janin dan sel ekstraembrionik seperti plasenta.
b.      Sel stem pluripoten merupakan turunan dari sel totipoten dan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang tergolong dalam 3 lapisan germ embrionik, yaitu endoderm,  mesoderm, dan ektoderm.
     Endoderm menjadi bakal organ-organ dalam seperti paru-paru, liver, usus dan pankreas. Mesoderm di lapis kedua bakal menjadi otot, tulang, tubulus ginjal dan darah. Terluar ada ektoderm yang menjadi bakal kulit, sistem syaraf, enamel gigi, lensa mata dan neural crest (jalur tempat berjalannya saraf dari otak ke sepanjang tulang belakang). Dari ektoderm juga terbentuk sel-sel amnion dan chorion.
c.       Sel stem multipoten, hanya dapat memproduksi sel yang berada dalam satu kelompok sel, misalnya sel stem hematopoeietik berdiferensiasi menjadi sel darah merah, sel darah putih, atau platelet. Beberapa sel stem dapat ditemukan pada sel yang sudah terdiferensiasi di jaringan-jaringan tertentu dan kebanyakan adalah sel multipoten. Sel stem yang didapat dari sumber ini disebut adult stem cell. Adult stem cell disebut juga sel stem somatik karena sel stem ini tidak harus diambil dari orang yang sudah dewasa tetapi juga saat kanak-kanak atau umbilical cord (tali pusar).
Michael Klentze, MD, PhD, Medical Director Klentze Institute Munich Jerman, dalam acara Anti-Aging di Bali September 2006 menyatakan bahwa hanya ada sedikit sel stem pada tiap jaringan, dan diduga menetap di area tertentu dalam tiap jaringan dalam keadaan tidak terdiferensiasi bertahun-tahun hingga teraktifkan oleh penyakit atau luka jaringan.  Sel stem yang diturunkan dari darah plasenta dan tali pusat pasca melahirkan dikumpulkan dari vena umbilical kemudian segera dianalisis terhadap kemungkinan infeksi dan ditentukan jenis jaringannya. Darah kemudian diproses sebelum disimpan di nitrogen cair untuk dipergunakan kemudian hari. Sel stem jenis ini telah digunakan sejak tahun 1988  untuk terapi penyakit Gunther, sindrom Hurter, acute lymphocytic leukemia dan beberapa penyakit lain terutama pada anak-anak.
d.      Sel stem oligopoten misalnya sel mieloid yang membentuk sel darah merah, trombosit, netrofil tetapi tidak membentuk limfosit yang termasuk kelompok non-mieloid.
e.       Sel stem unipoten yang menghasilkan hanya satu tipe sel, namun memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri sendiri yang membedakannya dari non stem-sel. Contoh sel unipoten adalah sel spermatogenik.

       
      2.  Karakteristik Sel Stem
Sel stem memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai tipe sel dewasa seperti sel saraf, jantung, pankreas, dan sebagainya (Andra, 2006:-). Sel ini juga menjadi cikal bakal sel-sel tubuh manusia, dengan 2 sifat khusus. Pertama mampu mengalami perbanyakan diri tanpa mengubah ciri-ciri genetiknya, sampai berlipat-lipat kali. Kedua, mampu mengalami pematangan (differentiation) menjadi berbagai jenis sel khusus Sel induk memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, dan sel pankreas, namun tidak dapat tumbuh menjadi sel telur atau sel spermatozoid  (Ardyanto, 2006:-; Kusmaryanto, dalam Rachmawati, 2003:-).
Oleh karena sifat yang dimilikinya tersebut, maka sel stem secara revolusioner sangat berpotensi digunakan untuk memperbaiki kerusakan bagian tubuh dengan cara terapi transplantasi sel stem.  Transplantasi sel stem bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sel baru dan sehat pada pasien dan untuk membuat pengganti sel-sel tertentu yang mengalami kerusakan untuk kemudian digunakan untuk transplantasi.
Salah satu keuntungan transplantasi sel stem adalah tidak diperlukan donor tertentu yang memiliki kesesuaian untuk dilakukan transplantasi. Beberapa penyakit yang memiliki potensi untuk dilakukan terapi sel stem misalnya terkait dengan darah, leukemia dan sickle cell anemia. Lalu yang berhubungan dengan saraf seperti Parkinson, stroke, dan alzheimer. Penyakit lain adalah infark myokard akut, diabetes melitus, distrofi muskular, sirosis hati, gangguan saraf tulang belakang, artritis, osteoporosis hingga luka bakar.  
Sel stem dapat menggantikan sel Langerhans pankreas untuk penderita diabetes mellitus, menggantikan sel-sel otot jantung yang rusak pada penderita serangan jantung, atau mengganti neuron dopamine bagi penderita penyakit Parkinson. Bahkan, untuk kedokteran gigi, sel-sel stem berpotensi memunculkan gigi baru pengganti gigi rusak yang telah dicabut (Ardyanto, 2006:-; Andra, 2006:-; Rachmawati, 2003:-).


3. Penelitian tentang Sel Stem Embrionik (ES)
Berbagai pengkajian mengenai kemampuan sel stem untuk berdiferensiasi menjadi bermacam-macam jaringan telah dilakukan, namun pengkajian ini tidak langsung menjadikan manusia sebagai objeknya. Untuk penelitian ini umumnya dipergunakan tikus atau monyet.
Thomson et al. (1998: 1145) dalam laporan penelitiannya memaparkan bahwa sel-sel stem tikus berkontribusi untuk membentuk jaringan dewasa, termasuk sel-sel benih, memberikan suatu pendekatan yang baik untuk pengenalan perubahan genetik spesifik ke dalam garis germ tikus. Kemajuan telah dibuat dalam diferensiasi sel stem tikus secara in vitro menjadi neuron, sel-sel hematopoietic, dan otot jantung.
Selain daripada itu,  sel-sel stem monyet Rhesus memberikan suatu model yang akurat untuk mencegah penolakan imunitas dari sel-sel yang ditransplantasikan dan untuk menunjukkan keamanan dan keampuhan terapi yang didasarkan pada sel stem. Ada dua karakteristik esensial sel ES primata, yaitu (Thomson et al., 1998: 1145): (1) turunan dari embrio pre-implantasi atau embrio peri-implantasi, (2) proliferasi tak terdiferensiasi, (3) potensial perkembangan stabil untuk membentuk derivat dari ketiga lapisan germ embrionik bahkan setelah kultur diperpanjang.
Selanjutnya, Murine, sejenis tikus, juga menjadi pendukung dalam diferensiasi sel stem manusia.  Odorico, Kaufman, dan Thomson (2001: 194) mengemukakan, sel ES manusia diturunkan dari Inner Cell Mass (ICM) embrio tahap blastokista. Embrio-embrio manusia tahap cleavage, dihasilkan oleh fertilisasi in vitro untuk tujuan klinis. Setelah embrio-embrio ditumbuhkan sampai tahap blastokista, ICM diisolasi dan diselubungi di atas feeder layers Murine Embrionic Fibroblast yang tidak aktif secara mitosis (MEF) dalam kultur jaringan (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Derivasi garis sel ES manusia. Blastosis manusia ditumbuhkan dari embrio tahap cleavage dengan fertilisasi in vitro. Sel-sel ICM dipisahkan dari trofektoderm oleh immunosurgery, diselubungi suatu fibroblast feeder substratum dalam medium yang mengandung fetal calf serum. Koloni-koloni secara berurutan dikembangkan dan diklon (Odorico, Kaufman, dan Thomson (2001: 194).


Penelitian-penelitian mengenai sel stem dilakukan untuk mengembangkan terapi transplantasi sel stem, salah satunya, yaitu transplantasi sumsum tulang, diterapkan untuk penderita keganasan hematologis seperti leukemia maupun kelainan genetik seperti thalassemia.

Gambar 2.2. Strategi Kloning Terapeutik (Ardyanto, 2006:-)

Ardyanto (2006:-), dalam artikel yang ditulisnya menjelaskan, untuk keperluan tersebut, harus dicari donor sumsum tulang dengan syarat ada kecocokan HLA (human leucocyte antigent). HLA terdiri dari 6 komponen, dan antara donor dengan resipien harus sama persis. Untuk itu sering diperoleh dari saudara kandung atau saudara kembar. Begitupun sering sulit didapatkan, di samping kendala teknis terhadap pengambilan donor melalui operasi. Tipe transplantasi dari donor tersebut disebut allogenik. Perkembangan selanjutnya mengarah ke autolog dimana donor diusahakan dari diri pasien itu sendiri.

    Pada kasus leukemia misalnya, diusahakan mendapatkan sel-sel sumum tulang yang masih sehat dari penderita. Sel-sel tersebut dibiakkan di laboratorium sambil pasien menjalani kemoterapi dan radiasi untuk membersihkan sumsum tulang yang menderita kanker. Selanjutnya, sel hasil biakan dimasukkan lagi ke pasien dan diharapkan menghasilkan sel-sel darah yang sehat.
Di samping sel stem dari sumsum tulang, diusahakan pula sel stem dari darah tepi dengan teknik penyaringan tertentu. Namun tidak selalu bisa didapatkan sampel autolog setelah terlanjur menderita sakit. Untuk itulah berkembang ke sumber sel stem yang lebih baik yaitu dari darah tali pusat. 
Sel stem dari darah tali pusat cenderung lebih baik, karena masih lebih “murni” dari perubahan ciri genetik daripada setelah tumbuh dewasa. Perubahan genetik tersebut bisa terjadi oleh pengaruh infeksi ataupun faktor lingkungan (misalnya radiasi). Darah tali pusat juga belum mengandung sel-sel imun yang relatif matur, sehingga reaksi penolakan imunologis lebih rendah. Dengan demikian, darah tali pusat bisa ditransplantasikan ke pasien lain (tipe allogenik) tanpa harus mendapatkan kecocokan HLA 100%. Dilaporkan cukup 60% sesuai sudah mampu mencegah reaksi penolakan.
Dalam perkembangannya, tentu bukan hanya penyakit darah yang diharapkan bisa diatasi dengan terapi sel stem. Di dalam sumsum tulang, terdapat juga sel-sel non hematopoietik (disebut mesenchymal stem cell) yang menjadi bakal dari tulang, tulang rawan, jaringan lemak dan jaringan ikat.
Begitu juga dalam darah tali pusat, terdapat EPC (endothelial progenitor cell) yang menjadi bakal dari sel-sel dinding pembuluh darah. Dengan demikian, kelainan-kelainan vaskuler diharapkan bisa diatasi dengan transplantasi sel-sel EPC tersebut.
Sementara itu, di bidang lain ada perkembangan cell-transplantation. Dari suatu organ yang rusak, diambil bagian yang masih sehat. Dari sampel tersebut, dipilah-pilah sampai ditemukan sel-sel spesifik untuk masing-masing komponen (misalnya sel otot, sel kapsul/dinding organ, sel stroma). Selanjutnya sel bakal spesifik tersebut dibiakkan dalam suatu “matriks” khusus. Setelah berkembang kemudian di”cangkok”kan ke organ yang mengalami kerusakan. “matriks” tersebut akan diserap dan digantikan oleh perkembangan jaringan yang asli.
Pada perkembangannya kemudian diusahakan teknik tissue-engineering. Pada teknik ini, sel spesifik tersebut benar-benar ditumbuhkan menjadi “bakal organ” di laboratorium. Untuk itu digunakan “biomatriks” yang diusahakan benar-benar menyerupai organ yang akan ditransplantasikan. Satu contoh adalah yang dilakukan di South Carolina dengan transplantasi kandung kemih hasil biakan di “laboratorium”. Masalahnya, mendapatkan sel-sel sehat untuk dibiakkan dari organ yang mengalami kerusakan, sering tidak memberi hasil yang cukup. Untuk itu diperlukan dari sumber lain. 
Bergabunglah teknik tissue engineering dengan adanya sel stem yang berpotensi menjadi berbagai organ spesifik. Harapannya, untuk suatu kondisi organ yang sakit, akan bisa dilakukan pembiakan di laboratorium untuk kemudian ditransplantasikan. Meskipun dengan tingkat penolakan yang ringan, tetap saja sel stem dari darah tali pusat berpotensi ditolak saat ditransplantasikan. Agar tingkat penolakan benar-benar minimal, maka dilakukan teknik kloning dikombinasikan dengan teknik tissue engineering.



4.  H9
Produk ICM yang dipropagasikan dengan serum, dan koloni dengan morfologi yang tak terdiferensiasi dengan tepat lalu dipilih dan dikembangkan. Setelah derivasi awal dalam serum, garis sel ES manusia dapat dipelihara dan dipropagasikan pada feeder layers dalam medium yang hanya mengandung serum atau medium pengganti serum dan basic fibroblast factor (bFGF) (Odorico, Kaufman, dan Thomson, 2001: 196). Garis sel ini seharusnya bermanfaat dalam biologi perkembangan manusia, pengkajian obat-obatan, dan obat transplantasi dan obat transplantasi (Thomson et al., 1998: 1145).
Awalnya, ES manusia dan garis sel germ embrionik tidak menurunkan  klonal dan begitu pluripoten yang hanya dapat didemonstrasikan bagi populasi sel. Contohnya, kemungkinan keberadaan bahwa di dalam koloni ada subpopulasi sel yang siap komit bagi lineages yang berbeda dan tidak ada sel individual mampu berdiferensiasi ke dalam derivat-derivat dari ketiga lapisan germ embrionik. Lalu, klonal menurunkan garis sel ES manusia, yaitu H9 (Odorico, Kaufman, dan Thomson, 2001: 196). 


Gambar 2.3. Sebuah Embryoid Body (EB) H9 tunggal dalam kultur suspensi selama 8 hari memperlihatkan bahwa kompleks Embryoid Bodies (EBs) dapat dibentuk pada saat ini (fase kontras, 100x) (Odorico, Kaufman, dan Thomson, 2001: 196).

Schulnider et al. (2000:11307) dalam risetnya menemukan bahwa diferensiasi sel ES manusia menjadi EBs atau teratomas terjadi secara spontan dan tak terkontrol; ekperimenter tidak dapat menentukan tipe sel mana akan terbentuk secara in vitro atau in vivo


Gambar 2.4.  Derivat-derivat jaringan dari tiga lapisan germ embrionik yang terdiferensiasi dari sel-sel ES manusia secara in vivo. Sel ES manusia diinjeksikan ke dalam immunocompromised mice membentuk benign teratomas. Hadir di dalam teratomas derivat ektoderm, seperti A) epitelium neural (100x), dari mesoderm contohnya B) tulang (100x), C) kartilago (40x), D) otot lurik (200x), dan E) glomeruli fetal dan tubulus renal (100x; insert, 200x), dan dari endoderm, seperti F) usus (40x). Untuk beberapa tingkat jaringan mikro-arsitektural yang berhubungan dengan organ kompleks dapat diproduksi dalam teratomas sel ES manusia, garis sel H1, H7C, H9, H13, dan H14, yang dihasilkan di atas teratomas, memperlihatkan suatu range diferensiasi serupa. Seluruh fotomikrograf merupakan sayatan yang diwarnai hematoksilin eosin (Odorico, Kaufman, dan Thomson, 2001: 198).

      5.  Perkembangan Penelitian tentang Sel Stem
Pada tikus, penelitian sel stem bermula pada tahun 1981. Sedangkan penelitian untuk menurunkan sel stem dari embrio manusia berawal tahun 1998. Pada akhirnya, penelitian sel stem dari embrio manusia memicu banyak pro kontra terkait masalah etika, bahwa penggunaan sel stem yang berasal dari embrio harus mengorbankan embrio tersebut. Berikut merupakan perkembangan mengenai sel stem menurut Farmacia (Andra, 2006:-).

  • 1981: Sel stem yang berasal dari embrio pertama kali diisolasi oleh dua kelompok: Gail Martin di University of California, San Fransisco, dan Martin Evans, University of Cambridge.
  • November 1995 : Peneliti di University of Winconsin mengisolasi sel stem embrio primata pertama, monyet Macaccus rhesus. Hasil penelitian menunjukkan adalah mungkin untuk menurunkan sel stem embrio dari primata, termasuk manusia.
  • Januari 1998 : Ilmuwan dan enterpreneur Richard Seed mengumumkan rencana untuk membuka klinik kloning manusia. Klinik tersebut akan menawarkan pasangan yang tidak subur untuk mengkloning diri mereka jika tidak ada terapi medik yang dapat dilakukan untuk mendapatkan anak. Rencana Seed tidak pernah menjadi kenyataan, namun pengumuman itu memicu debat mengenai kloning manusia.
  • 5 November 1998 :  Peneliti di University of Wisconsin dan John Hopkins University melaporkan sel stem yang diisolasi dari embrio manusia. Sel tersebut memiliki potensi untuk tumbuh menjadi berbagi tipe sel dalam tubuh dan dapat digunakan untuk menggantikan sel-sel yang rusak. Namun prosesnya kontroversial : Tim pertama menurunkan sel stem dari jaringan fetus yang teraborsi, tim yang lain dari embrio yang dihasilkan di laboratorium yang berasal dari pasangan yang menjalani in vitro fertilization.
  • 23 Agustus 2000 : The National Institutes of Health mengeluarkan panduan yang memungkinkan badan federal Amerika membiayai penelitian sel stem embrio. Mantan Presiden Bill Clinton mendukung panduan ini.
  • Februari 2001 : Presiden George W. Bush meminta untuk mengkaji ulang panduan NIH dan menunda dana federal yang digunakan untuk penelitian sel stem.
  • 18 Juli 2001 : Senator Bill Frist dan Senator Orrin Hatch, yang merupakan kelompok anti aborsi, menyetujui pembatasan dana federal untuk penelitian sel stem.
  • 9 Agustus 2001 : Presiden Bush mengeluarkan keputusan bahwa dana federal hanya dapat digunakan untuk penelitian sel stem embrio yang telah tersedia, dari sumber yang tertinggal di klinik fertilisasi.
  • 25 November 2001 : Ilmuwan di Advanced Cell Technology di Massachusetts mengklaim telah mengkloning embrio manusia. Namun, pembuktiannya kontroversial dan tidak konklusif
  • 12 Februari 2004 : Ilmuwan Korea Selatan yang diketuai oleh Hwang Woo Suk mengumumkan kloning embrio pertama di dunia. Tidak seperti klaim kloning sebelumnya, para ilmuwan ini melaporkan hasil kerja mereka di jurnal yang prestisius, peer-review, Science. Embrio dikloning bukan untuk tujuan reproduksi tapi sebagai sumber sel stem. Berita tersebut membuka kembali pertentangan tentang transfer inti sel somatik. Ilmuwan mengatakan kloning menawarkan cara yang unik untuk meproduksi sel yang suatu saat bisa digunakan untuk terapi penyakit. Namun pihak yang mengkritik beragumen bahwa kloning dalam bentuk apapun tidak sesuai dengan nilai moral dan harus dilarang.
  • 19 Mei 2005 : Ilmuwan yang sama dari Korea Selatan ini, yang melaporkan telah mengkloning embrio manusia tahun 2004, mengumumkan bahwa mereka telah membuat proses yang menggunakan sel telur manusia yang jauh lebih sedikit untuk memproduksi sel stem embrio – sebuah lompatan produksi massal yang dipublikasikan di Science.
  • 19 September 2005 : Ilmuwan di California melaporkan bahwa menyuntikkan sel stem saraf dapat memperbaiki spinal cord tikus. Terapi sedikitnya membantu tikus lumpuh untuk dapat berjalan kembali.
  • 11 November 2005 : Peneliti University of Pittsburgh Gerald Schatten memperingatkan editor Science bahwa terdapat kemungkinan kesalahan dalam paper ilmuwan Korea Selatan bulan Februari 2004. Dalam paper tersebut, ilmuwan Korea mengklaim mereka telah membuat sel stem line dari kloning embrio manusia. Schatten mengatakan bahwa beberapa donor sel telur dalam penelitian itu telah dibayar.
  • 15 Desember 2005 : Ilmuwan Korea Selatan, mengakui adanya kesalahan yang serius dalam papernya di tahun 2005 dan meminta Science untuk menarik kembali jurnal tersebut.
  • 29 Desember 2005 : Investigasi Seoul National University menyimpulkan data penelitian tim Hwang yang dipublikasikan Science adalah palsu.
  • 12 Januari 2006 : Jurnal Science secara formal menarik dua artikel Hwang.
  • 7 Juni 2006 : Harvard mengumumkan program multimillion-dollar untuk membuat kloning embrio manusia sebagai sumber menjanjikan sel stem.
  • 18 Juli 2006 : Presiden Bush melarang aliran dana federal untuk membiayai penelitian sel stem embrio.  

DAFTAR PUSTAKA

Andra. (2006). Stem sel, Keajaiban Sebatang Sel Induk. Dalam Gerai [Online], Vol. 6 .(4), -. Tersedia: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=358  [4 Juli 2007]

Ardyanto, Tonang Dwi. (2006). Sekilas tentang terapi dengan Stem Cell . [Online]. Tersedia:  http://tonangardyanto.blogspot.com/2006/04/sekilas-tentang-terapi-dengan-stem.html   [4 Juli 2007]

Budiman, Nurudin. (2003). Polimer Biodegradabl. [Online]. Tersedia: polimer biodegradable http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=20  [4 Juli 2007]

Instron. (2007). Tensile Testing. [Online]. Tersedia: http://www.instron.com/wa/applications/test_types/tension/default.aspx

Instron. (2007).Compression Test. [Online]. Tersedia: http://www.instron.com/wa/applications/test_types/compression.aspx

Kaudman, Dan S, et al. (2001). Hematopoietic Colony-forming Cells Derived from Human Embrionic Stem Cells. Dalam PNAS [Online], Vol. 98 (19), 10716-10721. Tersedia: www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.191362598  [29 Mei 2007]

Levenverg, Shulamit, et al. (2002). Endothelial Cells Derived from Human Embryonic Stem Cells. Dalam PNAS [Online], Vol 99 (7), 4391-4396. Tersedia: www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.032074999 [29 Mei 2007]

Odorico, Jon S., Kaufman, Dan S., Thomson, James A. (2001). Multilineage Differentiation from Human Embryonic Stem Cell Lines. Dalam Stem Cells [Online], Vol. 19 (3), 193-202. Tersedia: http://stemcells.alphamedpress.org/cgi/content/abstract/19/3/193?ijkey=e8c1ffe0bc304a15e43add0c8ac362b46fff7cd0&keytype2=tf_ipsecsha    [28 Mei 2007]
  
Rachmawaty, Evi. (2006). Terapi Sel Induk, Dibayangi Masalah. [Online]. Tersedia: www.koranindonesia.com/berita/isi-lengkap/TERAPI_SEL_INDUK_DIBAYANGI_MASALAH_.php [4 Juli 2007]

Schuldiner, Maya, et al. (2000). Effect of Eight Growth Factors on The Differentiation of Cells Derived from Human Embryonic Stem Cells. Dalam PNAS [Online], Vol. 97 (21), 11307-11312. Tersedia: www.pnas.org/cgi/content/full/97/21/11307 [29 Mei 2007]

Shamblott, Michael J., et al. (2001). Human Embryonic Germ Cell Derivatives Express A Broad Range of Developmentally Distinct Markers and Proliferate Extensively In Vitro. Dalam PNAS [Online], Vol. 98 (1), 113-118. Tersedia: www.pnas.org/cgi/content/abstract/98/1/113?ijkey=d1633b6766100b5009e9c631e0a5da98f20fc460&keytype2=tf_ipsecsha   [29 Mei 2007]

Thomson, James A., et al. (1998). Embryonic Stem Cell Lines Derived from Human Blastocysts. Dalam Science [Online], Vol. 282 (5391), 1145-1147. Tersedia: www.sciencemag.org/cgi/content/abstract/282/5391/1145?ijkey=ed84ca705c0ac728803f12f579a2ac8b1874e258&keytype2=tf_ipsecsha   [29 Mei 2007]

Silakan artikelnya didownload di http://id.scribd.com/doc/115980513 atau didownload di http://www.slideshare.net/gitanurul/keajaiban-sebuah-sel-induk


Tidak ada komentar: