Banyak tulisan mengupas tentang sampah. Semoga tulisan ini dapat memberi sumbangsih dan menggugah kesadaran tentang pengelolaan sampah yang baik.Sampah.... sampah... sampah... Makin hari makin menggunung. Sampah bahkan dapat menjadi mimpi buruk. Masih ingat dengan peristiwa longsor sampah di TPA Leuwigajah 7 tahun lalu? Sampah mampu menewaskan 143 orang. Sampah jika tidak dikelola dengan baik memang hanya akan menambah masalah.
Bahan buangan makin hari makin bertambah banyak, hal ini erat berhubungan
dengan jumlah penduduk dan di satu pihak ruangan hidup manusia relatif tetap.
Bahan buangan yang seringkali disebut sebagai sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan dan tidak dipakai
setelah berakhirnya suatu proses atau aktivitas (Wikipedia, 2007). Proses terjadinya sampah dapat digambarkan
sebagai berikut (Soenhadji, 2005).
Gambar 2.4. Proses Terjadinya Sampah
- Jenis Sampah
Penggolongan jenis sampah dapat didasarkan pada
komposisi kimia, sifat mengurai, mudah tidaknya terbakar, berbahaya, dan
karakteristik (Soenhadji,. 2005). Berdasarkan penggolongan komposisi kimianya,
maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah yang
termasuk sampah organik adalah sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran,
rempah-rempah atau sisa buah, dan lain-lain, yang dapat mengalami pembusukan
secara alami. Sampah anorganik meliputi logam besi, kaleng, plastik, karet,
botol, dan lain-lain, yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami (Jala
Sampah, 2004).
Sampah yang secara alami mudah terurai (degradable) dan sampah yang sukar
terurai (non-degradable) adalah
penggolongan sampah didasarkan sifat mengurai. Berdasarkan mudah tidaknya
terbakar, maka sampah dibagi menjadi sampah yang mudah terbakar (combustible), dan sampah yang sulit
terbakar (non-combustible). Demikian
juga ada penggolongan sampah berbahaya dan sampah yang tidak berbahaya. Bahan
kimia, bekas alat medis dari rumah sakit dan radioaktif merupakan sampah
berbahaya (Soenhadji, 2005).
- Komposisi Fisik
Sampah
Susunan sampah secara fisik selain
untuk pemilihan dan penggunaan alat pengelolaan, dapat digunakan sebagai
penjajagan dalam usaha pemanfaatan sumber energi. Komponen sampah di daerah
perkotaan umumnya terdiri dari (Soenhadji, 2005): 1) Sisa makanan; 2) Kertas;
3) Plastik; 4) Kaleng; 5) Sampah pekarangan; 6) Kayu; 7) Debu; 8) Abu, dan
sebagainya. Tentunya di berbagai kota bervariasi menurut tempat, musim, tingkat
sosial, ekonomi, jenis kegiatan masyarakat, transportasi, pembangunan, dan
faktor lainnya.
- Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Produksi Sampah
Produksi sampah akan selalu bertambah
pada masa-masa mendatang. Di Indonesia, laju kenaikan sampah diperkirakan lebih
besar dari 1,4 % per tahun.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi sampah adalah (Soenhadji, 2005; WALHI, 2004) :
a. Jumlah penduduk dan kepadatannya
b. Tingkat aktivitas
c. Pola kehidupan/ tingkat sosial ekonomi
d. Letak geografi
e. Iklim
f. Musim
g. Kemajuan teknologi
Pembungkusan plastik, perkembangan
kemasan makanan dan obat mempengaruhi jenis dan jumlah sampah.
A.
SAMPAH DAPAT MENJADI MASALAH
Kesehatan seseorang maupun masyarakat merupakan
masalah sosial yang selalu berkaitan antara komponen-komponen yang ada di dalam
masyarakat. Sampah sendiri bila diamankan tidak berpotensi mempengaruhi lingkungan
(Soenhadji, 2005). Namun demikian, sering kita temui bahwa sampah tidak berada
pada tempat yang menjamin keamanan lingkungan sehingga mempunyai dampak
terhadap kesehatan lingkungan.
Sampah yang kurang diperhatikan dapat berfungsi
sebagai tempat berkembangnya serangga atau hewan mengerat yang dikenal sebagai
vektor penyakit menular. Di samping itu sampah dapat menimbulkan pencemaran
udara, air, dan tanah yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
terhadap kesehatan lingkungan. Timbulnya gas metana dari tumpukan sampah akan
memperbesar kemungkinan terjadinya peristiwa kebakaran. Gas-gas amonia, karbondioksida,
H2S yang dihasilkan dari dekomposisi sampah organik akan menimbulkan
bau yang tidak sedap sehingga mengganggu pernapasan (Sutasurya, 2006).
Gas karbondioksida yang dihasilkan juga berperan
sebagai gas rumah kaca. Menurut Surtikanti (2006), gas rumah kaca (O3,
CH4, NOX, CO2, CFC) yang ada di atmosfer akan
meneruskan gelombang pendek dari matahari yang mempunyai lamda antara 0,15 mm sampai 4 mm diemisikan ke bumi. Radiasi matahari yang sampai
ke bumi ini akan dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Pada waktu pengembalian
emisi radiasi ke ruang angkasa, gas rumah kaca menyerap panjang gelombang 4 –
120 mm. Radiasi gelombang panjang yang diserap gas rumah kaca akan diemisikan
kembali ke bumi. Akibatnya radiasi yang diterima di permukaan bumi makin
bertambah dan suhu makin panas.
Secara fisik, sampah yang tak terurus dengan baik
dapat mengganggu kelancaran lalu lintas, dan akan mengganggu kenyamanan dan
keindahan wilayah. Lebih jauh lagi keadaan demikian akan menurunkan martabat
bangsa.
B.
SAMPAH PLASTIK
Di balik praktis dan efisiennya, plastik memiliki
kelemahan yaitu tidak tahan panas dan dapat mencemari makanan atau minuman akibat migrasi
komponen monomer yang akan berakibat buruk terhadap kesehatan konsumen.
Bahannya, yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami juga dapat
mendatangkan masalah bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Dr. Eng Agus Haryono, peneliti bidang teknologi proses dan katalisi Puslit Kimia LIPI (Haryono, 2005), menjelaskan, di dalam plastik terkandung lebih dari 10 ribu molekul. Dalam pembuatannya, terjadi proses polimerisasi. Di dalam campuran tersebut, ada sebagian molekul yang tidak tercampur secara sempurna atau berdiri sendiri. Ketika plastik dipanaskan, molekul yang bebas itu akan mudah terlepas.
Kebanyakan plastik seperti PVC (poly vinyl
chloride), agar tidak bersifat kaku dan rapuh ditambahkan dengan suatu
bahan pelembut (plastikizer) yang diambil dari kumpulan flafat.
Belakangan diketahui penggunaan bahan pelembut ini yang justru dapat
menimbulkan masalah kesehatan.
Sebagai contoh, penggunaan bahan pelembut
seperti bifenil poliklorin (PCB) sekarang sudah dilarang pemakaiannya karena
dapat menimbulkan kematian jaringan dan kanker pada manusia (karsinogenik).
Sedangkan plastik PVC yang menggunakan pelembut jenis di(2-ethylhexyl)
adipate (DEHA), berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, dapat
mengkontaminasi makanan dengan mengeluarkan bahan pelembut ini ke dalam
makanan. Berdasarkan data kajian yang dijalankan terhadap hewan percobaan, DEHA
dapat menggangu sistem reproduksi dan menghasilkan janin yang cacat, selain
mengakibatkan kanker. DEHA diduga mempunyai karakter yang sama dengan hormon
yang membawa sifat-sifat khas wanita, yaitu estrogen.
Hadi (2005) dan Haryono (2005) menyatakan, terdapat
3 jenis plastik yang masih diragukan keamanannya karena diduga mengandung unsur
yang bersifat karsinogenik serta mengandung dioksin yang berbahaya bagi
kesehatan tubuh dan lingkungan hidup. Ketiga jenis itu adalah polistiren, PVC,
dan vinylidence chloride resin (VCR). Ketiga jenis plastik ini misalnya
plastik bening dan stirofom (misalnya kemasan mi instan gelas).
Bagaimanapun, meski pihak produsen sudah
mengupayakan agar produk yang dibuatnya seaman mungkin, bukan tak mungkin pencemaran terhadap
makanan terjadi justru akibat ulah konsumennya sendiri yang salah ketika
menggunakannya. Misalnya, membiarkan piastik terkena suhu yang sangat panas.
Karena, semakin tinggi suhu semakin besar pula kecepatan perpindahan komponen
plastik ke dalam makanan atau minuman.
C.
PENGELOLAAN SAMPAH
WALHI (2004) dan Jala Sampah (2004) mengemukakan,
untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif-alternatif pengelolaan. Sampah yang dibuang harus dipilah (Surtikanti,
2006), sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal,
daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada
saat ini. Dan
industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan
proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan
alur sampah.
Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar
berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Khususnya sektor
informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam
sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka
harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara
berkembang. Salah satu contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah
berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu
mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan 40,000
orang (WALHI, 2004).
Sampah-sampah
organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing)
atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang ada ke
tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak
terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif
pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak pekerjaan per
ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan menghasilkan suatu aliran
material yang dapat mensuplai industri.
Hambatan terbesar
daur-ulang, bagaimanapun, adalah kebanyakan produk tidak dirancang untuk dapat
didaur-ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini
karena selama ini para pengusaha tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik
untuk melakukannya. Perluasan Tanggungjawab Produsen (Extended Producer
Responsibility - EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen
menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan
insentif kepada mereka untuk mendisain ulang produk mereka agar memungkinkan
untuk didaur-ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan beracun. Penerapan
hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya merupakan sistem-sistem alternatif
yang mampu menggantikan fungsi-fungsi landfill atau insinerator.
Prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian misalnya
dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu (WALHI, 2004):
- Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
- Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
- Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin,
barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua
barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal
dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
- Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari.
Gantilah barang barang
yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga
telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah
lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila
berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak
bisa didegradasi secara alami.
D.
PEMBAKARAN SAMPAH MENGUNAKAN INCINERATOR
Incinerator merupakan alat yang
dirancang khusus untuk membakar sampah yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme. Berikut adalah contoh incinerator yang dipergunakan oleh
negara-negara di dunia (Batterman, 2004; PATH, 2004a).
Gambar 2.5. Incinerator De Monfort
Gambar 2.6. Bagian-bagian Incinerator De Monfort
Incinerator yang dibuat dari batu bata dan beberapa logam ini dirancang JD Pickens, dari Universitas De Monfront, Inggris dan telah diperkenalkan di beberapa wilayah, yaitu Afrika Timur dan Barat, Kosovo, Sri Lanka, dan lain-lain. Untuk membuat sendiri incinerator seperti De Montfront menghabiskan biaya 1500-2000 dolar (Batterman, 2004).
PATH (2006a) mengemukakan, jika masih dalam kondisi baru dan dioperasikan serta dipelihara dengan tepat, incinerator ini dapat bekerja dalam suhu tinggi (700- 800 derajat Celcius). Struktur incinerator dirakit dan dibangun menggunakan semen dan logam. Tidak ada peralatan khusus yang diperlukan.
Incinerator memiliki kamar pembakaran primer dan sekunder. Zona pembakaran primer berada dekat pintu depan. Pintu ini untuk memindahkan abu, menyalakan api. Sampah dimasukkan melalui pintu di atas kamar primer. Pintu ini memasukkan udara, memungkinkan operator menyalakan api dan memindahkan abu. Sampah dijatuhkan melalui pintu muatan di atas kamar primer. Incinerator harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum sampah dimasukkan, sekira 30 menit atau lebih.
Kamar kedua- yang tidak terjangkau operator- terpisah dari kamar primer oleh kolom batu bata. Udara tambahan dimasukkan ke dalam kamar kedua melalui bagian kecil yang terbuka pada bagian bawah dari dinding bagian belakang kamar kedua. Udara bercampur dengan gas dari kamar primer dan menyebabkan pembakaran kedua.
Sebuah kontrol untuk mengatur panas dan waktu pembakaran berada di bagian bawah cerobong dan mengontrol gas dalam cerobong. Suatu pipa pada bagian leher cerobong mengindikasikan sampah seharusnya dimasukkan. Cerobong udara bertinggi 4 meter, melepaskan gas ke atmosfer.
Sampai saat ini di negara-negara berkembang menggunakan incinerator merupakan solusi terbaik dalam membakar sampah, daripada membakarnya langsung di area terbuka (WHO, 2006). Namun ternyata penggunaan incinerator tidak menyelesaikan semua masalah, justru tanpa disadari pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator malah menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran udara dan tanah.
Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara. Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat secara alamiah, misalnya asap kebakaran hutan, akibat gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut; juga sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya akibat aktifitas transportasi, industri, pembuangan sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran serta kegiatan rumah tangga (Soedomo, 2001).
Bila sampah yang dibakar mengandung PVC, maka akan menghasilkan dioksin dan furans. Hal ini banyak sekali mendapatkan perhatian dari para ahli. Kondisi umum yang diperlukan untuk pembentukan dioksin adalah adanya abu, klorin organik dan anorganik, ion logam, dan range suhu incinerator 205-450 derajat Celcius (Batterman, 2004). Namun WHO (2006) menyatakan bahwa dioksin dapat terbentuk jika suhu pembakaran di bawah 800 derajat Celcius.
Dioksin dan furans yang dihasilkan akan mengkontaminasi pekerja yang mengoperasikan incinerator dan orang yang bekerja di dekatnya. Mereka akan terpapar secara langsung melalui pernapasan. Hal ini yang disebut jalur paparan langsung. Jika polutan udara tersebut tertimbun di tanah, vegetasi dan air, maka disebut paparan tidak langsung melalui pencernaan makanan atau air. Dengan kata lain, dioksin ditranspor terutama melalui udara dan terkumpul dipermukaan tanah, bangunan, jalanan, kaki lima, air dan daun daunan. Batterman (2004) mengemukakan jalur paparan dioksin berikut ini.
Gambar
2.7. Jalur Paparan Dioksin
Dioksin adalah istilah yang umum dipakai untuk
salah satu keluarga bahan kimia beracun yang mempunyai struktur kimia yang
mirip serta mekanisma peracunan yang sama (Batterman, 2004). Keluarga bahan
kimia beracun ini termasuk (a) Tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins (PCDD);
(b) Duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan (c) Duabelas
Polychlorinated Biphenyls (PCB).
PCDD dan PCDF bukanlah
produk kimia yang dikomersilkan, tetapi produk sampingan yang secara tidak
sengaja terjadi didalam banyak proses pembakaran dan beberapa proses industri
kimia. PCB dengan sengaja diproduksi secara komersil dalam jumlah besar sampai
produksi tersebut dilarang ditahun 1977. Dioksin bersifat ada terus menerus
(persistent) dan terakumulasi secara biologi (bioaccumulated), dan tersebar
didalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat konsentrasinya
rendah, sampai parts per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi
sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun-tahun, walaupun tidak ada penambahan
lagi ke dalam lingkungan.
Dioksin termasuk
ke dalam kelas bahan yang bersifat karsinogen (yang menyebabkan kanker). Efek
samping dioksin terhadap binatang adalah perubahan sistim hormon, perubahan
pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi, dan penekanan terhadap
sistim kekebalan tubuh. Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan
kode keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis
yang lebih besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut
`chloracne.'
Dioksin banyak
dikeluarkan oleh sumber-sumber sebagai berikut (Sumaiku, -):
- Tempat pembakaran sampah perumahan (Municipal Waste Combustor/
incinerator). Incinerator De Monfront menghasilkan 20 nanogram Toxicity
Equivalent / m3 sampah plastik (WHO, 2006b)
- Pembakaran
sampah rumah tangga di pekarangan/udara terbuka
- Pemakaian
kayu bakar untuk masak
- Kebakaran
hutan
- Tempat
pembakaran bekas alat-alat kedokteran
- Peleburan tembaga tahap kedua
- Tempat
pengeringan semen di pabrik semen
- Pembangkit listrik tenaga batubara
- Pemutihan (dengan bahan khlor) bubur kayu dipabrik pembuatan kertas
WHO (2006b) telah menetapkan
intake dioksin, furans dan PCB setiap
bulannya yang masih dapat ditoleransi manusia (Provosional Tolerable Monthly Intake/PTMI), yaitu sebesar 70
pikogram/kg berat tubuh. PTMI ini
merupakan perkiraan jumlah zat kimia per bulan yang dapat dihirup/dicerna tanpa
adanya resiko terhadap kesehatan. Hampir seluruh paparan dioksin dan furans
melalui rantai makanan, sehingga PTMI mewakili paparan kumulatif dari dioksin
dan furans dari berbagai sumber, termasuk makanan dan air.
Disamping dioksin dan furan,
pembakaran sampah juga menimbulkan kabut asap yang tebal yang mengandung bahan
bahan lainnya seperti partikel debu yang kecil-kecil yang biasa disebut particulate matter (PM) serta bahan-bahan
racun lainnya (Sumaiku, -). Particulate Matter ini bisa berukuran 10 mikron
(kira-kira sama dengan rambut kita yang dibelah tujuh), biasa disebut PM10.
Alat saring pernafasan kita tidak sanggup menyaring PM10 ini, sehingga PM10 ini
bisa masuk kedalam paru-paru kita dan bisa mengakibatkan sakit gangguan
pernafasan (asma dan paru paru)
Asap Abu atau asap hitam mengindikasikan pembakaran yang buruk dan suhu
yang rendah (Batterman, 2004).
Gambar
2.8. dan 2.9.
Asap yang Dihasilkan dari Pembakaran Incinerator
De Monfort
Tingginya emisi dapat disebabkan
beberapa alasan (Batterman, 2004):
- Konstruksi incinerator yang tidak benar
- Pengoperasian yang tidak benar, kurangnya pelatihan yang diberikan pada pekerja
- Pembakaran yang salah, yaitu temperatur yang rendah <800 1="1" bawah="bawah" c="c" dan="dan" detik="detik" di="di" pendek="pendek" penempatan="penempatan" span="span" waktu="waktu" yang="yang">800>
- Kurangnya monitoring. Isyarat visual terkadang digunakan, tapi suhu dan parameter lainnya tidak secara langsung dimonitor.
- Pemeliharaan yang tidak cukup.
- Ketiadaan kontrol polusi.
WHO (2006a) memberikan pedoman
mengenai incinerator agar dapat meminimalisir pembentukan polusi udara yang
akan membahayakan kesehatan lingkungan.
- Mereduksi sampah
secara efektif dan pemilahan sampah, yakinkan bahwa sampah yang tepatlah
yang harus dibakar.
- Menempatkan
incinerator jauh dari pemukiman atau area pertanian dan peternakan agar
dapat meminimalisir paparan yang beresiko. Lapangan terbuka atau puncak
bukit tanpa adanya pohon dan vegetasi tinggi lebih disarankan. Lembah,
area perkayuan seharusnya dihindari karena cenderung mengalirkan angin.
- Merancang
incinerator yang tepat, pastikan bahwa pembakaran dilakukan pada kondisi
yang tepat, yaitu waktu dan suhu pembakaran yang tepat, juga meminimalisir
sampah yang tidak tuntas dibakar.
- Pembuatan
incinerator harus dikaji dari berbagai dimensi, misalnya emisi pembakaran
yang akan dihasilkan.
- Pengoperasian
yang tepat. Pengoperasian saat menyalakan dan mematikan alat yang tepat,
menggunakan bahan bakar dan sampah yang sesuai untuk menjaga temperatur
yang tepat, memastikan pembuangan abu yang tepat, dan peralatan
perlindungan bagi pekerja.
- Perawatan secara periodik dan inspeksi secara berkala.
DAFTAR
PUSTAKA
Batterman, Stuart. (2004). Water,
Sanitation and Health Protection of the Human Environment. [Online]. Tersedia: www.who.int/immunization_safety/publications/waste_management/en/assessment_SSIs.pdf. [8 Maret 2007]
Hadi, Sapto. (2005). Ancaman
Polimer Sintetik Bagi Kesehatan Manusia. [Online]. Tersedia: http://www.chem-is-try.org/index.php?sect=artikel&ext=69. [8 Maret 2007]
Haryono, Agus (2005). Plastik Diciptakan untuk Membuat Hidup Lebih Praktis, Namun
Ketidakmengertian Kita Menjadikannya Racun Mematikan. [Online]. Tersedia: http://mail.kimia.lipi.go.id/index.php?pilihan=berita&id=1&PHPSESSID=e9151239898b63f9433edc2fd1dea7.
[8 Maret 2007]
Jala Sampah. (2004). Pengertian Sampah. [Online]. Tersedia: http://www.jala-sampah.or.id/index.htm.
[8 Maret 2007]
Nn. (2007, 22 Februari). Warga Tetap Tolak TPA Leuwigajah
Diaktifkan Lagi. Pikiran Rakyat [Online], halaman -. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/022007/22/0209.htm#atas.
[8 Maret 2007]
Nn..
(2006). Incinerator. [Online].
Tersedia:
http://www.ukgardensupplies.co.uk/acatalog/info_32.html.
[8 Maret 2007]
PATH. (2004a). Managing Health Care Waste Disposal, How to use the waste disposal unit (incorporating
the De Montfort incinerator). [Online]. Tersedia: www.afro.who.int/iss/operators_manual.pdf
[8 Maret 2007]
PATH. (2004b). Health care waste disposal Guidelines on How to
Construct, Use, and Maintain a Disposal Unit. [Online]. Tersedia: www.afro.who.int/iss/waste_disposal.pdf. [8 Maret 2007]
Soedomo, Moestikahadi. (2001). Pencemaran Udara Kumpulan Karya Ilmiah. Bandung: Penerbit ITB.
Soenhadji, Soedjono. (2005). Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Universitas Terbuka.
Sumaiku, Yohan. (-). Apa Akibatnya Dari Pembakaran Sampah di
Pekarangan Rumah Tangga dan Pembakaran/Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan. [Online].
Tersedia: http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/sehat/sampah.htm. [8 Maret 2007]
Surtikanti, Hertien. (2003). Modul Biologi Lingkungan Panduan untuk mahasiswa
Program Pasca Sarjana
Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Sutasurya, David. (2006). Dampak ‘Tipuan’ dari Sampah.
[Online]. Tersedia: http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1781.
[8 Maret 2007]
WALHI.
(2004). Mengelola Sampah, Mengelola Gaya
Hidup. [Online].
Tersedia: http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/sampah/peng_sampah_info/ . [8
Maret 2007]
WHO. (2006a). Waste Management - WHO policy and activities. [Online]. Tersedia: http://www.who.int/immunization_safety/waste_management/update/en/index.html.
[8 Maret 2007]
WHO. (2006b). Environmental
impact of incineration. [Online]. Tersedia: http://www.who.int/immunization_safety/waste_management/update/en/index5.html.
[8 Maret 2007]
Wikipedia. (2007). Sampah. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah#Jenis-jenis_sampah.
[8 Maret 2007]
http://eskampiun.files.wordpress.com/2011/12/longsor2.gif
Silakan artikelnya didownload di http://id.scribd.com/doc/116189114 atau di http://www.slideshare.net/gitanurul/pengelolaan-sampah
1 komentar:
Permisi
Wah bagus ini blognya
Posting Komentar