Senin, Februari 23, 2015

What Should I Do? (Galau Edition)

Last week, i contacted my lecturer, Mr. Ari Widodo. It has very long time for me not to contact him. Maybe approximately for 2 years. He is my thesis supervisor and i wish he would be my Ph. D supervisor.

By 2013, i have participated in 300 of Ph. D Program which was held by West Java Government. The objective of this program is to create 300 Ph. D over 5 years period, from 2012-2018. Unfortunately, West Java Government simply gives facilities to participants in terms of provide IELTS preparation whereas the scholarship is given by LPDP (institution under Finance Ministry that provides scholarship awards for citizens that are qualified). 

The requirements for Ph. D applicants are minimum IELTS score 6.5, applicants who already have Letter of Acceptance from university abroad is preferred.  After acquired IELTS preparation in International Education Centre, then all participants comply IELTS test in IDP. Hard to say, i just got 6.0 for each skills. 

Actually, it was not surprise me because few days before the test, my mother-in-law passed away do to liver cancer. Me and my husband were very sad and shock. At the time i did not expected obtain high score.

Day by day, i keep my dream to achieve my Ph. D. It was severe because less of support that i received neither from my husband or coworkers.  Thereat so much tense i accepted whilst my desire to continue my study growing bigger. Ultimately i got sick.

Rabu, Juni 18, 2014

Sehat itu Nikmat

Gastritis akut,  skoliosis, batu empedu, tifus, gastritis akut lagi. Waduh, sudah hampir 2 bulan saya libur kerja (lebih tepatnya meliburkan diri. Hehe), karena serentetan penyakit itu. Saya mencoba melakukan refleksi diri, apa saja yang sudah saya lakukan selama dua tahun ini sampai-sampai di usia saya yang belum tua (baru mau 31 tahun nih) tapi sudah mengalami penyakit-penyakit tadi.

Kepergian ibu saya untuk selama-lamanya pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012 rupa-rupanya sangat memukul saya. Meskipun saya memiliki 5 orang saudara seayah, tapi saya lebih sering merasa sebagai anak tunggal. Sebagai anak kandung mamah satu-satunya, saya sangat dekat dengannya. Tak pernah saya berpisah lama dengan mamah. Wafatnya mamah, bisa disebut lumayan mendadak. Mamah mengalami dehidrasi akibat diare akut.

Saat itu, saya sudah tidak tinggal serumah lagi dengan mamah di saat bersamaan bapak masih diopname pasca operasi pengangkatan batu ginjal. Saya pontang-panting bolak-balik rumah sakit Dustira - kediaman mamah di Kebon Kalapa - rumah saya di Cihanjuang. Hampir setiap hari saya pulang malam, padahal waktu itu putri saya baru berumur 1 tahun dan masih menyusui.

Mungin mamah sudah punya firasat akan kematian, meskipun saya dan suami mencoba membujuknya untuk tinggal di rumah kami namun mamah bersikeras untuk tinggal di rumahnya. Saya masih ingat, saya sampai menangis kebingungan dengan sikap mamah, padahal sudah jelas-jelas tawaran ini adalah solusi terbaik daripada mamah tinggal sendirian dalam kondisi sakit. Bahkan mamah pun enggan untuk dibawa ke rumah sakit.