Selasa, Juli 13, 2010

Memori di 9th Life Science Symposium, Anglo-Chinese School (Independent), Singapore

Dalam Standar Isi Kurikulum IPA 2006 (Depdiknas, 2006) dinyatakan bahwa pendidikan IPA di SMP/MTs diarahkan untuk berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA ditekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses ilmiah.

Cain dan Evans (Rustaman et al., 2003) menuturkan bahwa sains (IPA) memiliki empat dimensi, yaitu proses atau metode, konten atau produk, sikap, dan teknologi. Sains sebagai proses atau metode mempunyai arti bahwa sains merupakan suatu proses atau metode ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan.

Dewasa ini, siswa yang telah belajar konsep-konsep sains perlu didorong untuk menggunakan dan menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, misalnya untuk menghasilkan teknologi dan menjelaskan fenomena/peristiwa-peristiwa alam yang dijumpai. Siswa perlu dilatih agar dapat menghasilkan teknologi, berkreasi dan melakukan inovasi yang berguna bagi masyarakat. Dengan demikian sains tidak hanya dipahami sebagai suatu kesatuan konsep-konsep atau prinsip-prinsip. Hoolbrool (Poedjiadi, 2005) mengemukakan bahwa sains sebaiknya tidak hanya dipandang sebagai ilmu murni akan tetapi sebagai mata pelajaran yang dapat diterapkan.

Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk mengembangkan kreativitas siswa dalam menghasilkan teknologi, dimana siswa ditantang untuk menciptakan produk yang berguna dari berbagai macam barang sederhana yang mudah diperoleh dari lingkungan. Salah satu wadah yang dianggap tepat adalah dengan menyertakan produk hasil kreasi siswa dalam suatu kompetisi.

Dengan mengikuti kompetisi siswa memperoleh banyak manfaat. Selain dapat mempublikasikan produk ciptaannya kepada khalayak, siswa juga dapat mengukur sejauh mana manfaat produk ciptaannya bagi masyarakat. Siswa pun dapat dengan segera mengetahui respon langsung publik terhadap produk yang dihasilkannya.

Salah satu kompetisi yang tepat bagi siswa untuk mengukur kualitas dan inovasi produk buatannya adalah 9th Life Sciences Symposium yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga pendidikan di Singapura, yaitu Anglo-Chinese School (Independent) mulai tanggal 27 Februari 2010 – 4 Maret 2010. Perlombaan ini secara rutin diselenggarakan setahun sekali dan diikuti oleh siswa-siswa dari berbagai negara di dunia. Siswa yang mengikuti kompetisi ini ditantang untuk merancang suatu eksperimen menggunakan makanan dan peralatan dapur untuk mendemonstrasikan prinsip-prinsip ilmiah dengan cara yang inovatif. Oleh sebab itu, kegiatan ini perlu diapresiasi karena merupakan kesempatan emas bagi siswa Indonesia untuk belajar mengenai berbagai macam produk sains yang dihasilkan para ilmuwan di dunia sehingga mereka dapat turut serta dalam mewujudkan dunia yang lebih baik. Selain itu, tujuan jangka panjang kami mengikuti kompetisi ini adalah untuk membuka kesempatan bagi seluruh siswa SMPN 2 Cimahi untuk memperoleh beasiswa pendidikan bersekolah di Anglo-Chinese School (ACS) tahun depan.

Kabarnya untuk sekolah peserta kompetisi, pihak ACS akan mengundang siswa-siswa di sekolah tersebut untuk mengikuti tes seleksi masuk ACS pada tahun berikutnya. Jadi, dengan keikutsertaan kami di tahun ini kami berharap tahun depan (2011) siswa-siswa kelas IX di sekolah kami dapat berjuang untuk memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikannya di ACS (yang setingkat SMA).

SMPN 2 Cimahi merupakan satu-satunya sekolah pertama dari Kota Cimahi yang berkesempatan untuk mengikuti kompetisi sains menarik ini. Untuk itu perlu kiranya ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya dihaturkan kepada Bapak Walikota Cimahi (Ir. H. Itoch Tochija, M. M.) dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi (Drs. Djoko Santoso, M. M.) beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan.

Tim dari SMPN 2 Cimahi beranggotakan empat orang siswa (Rahmi Rahmania, Nafisah Hidayatul Mahmudah, Rani Ida Sugatri, dan Melinda Ayu Adzani) dibantu oleh dua orang guru pembimbing (Gita Nurul Puspita, M. Pd. dan Amalia Rahisadewi, S. Pd.). Tema yang diajukan berupa CUTTER MACHINE mini yang berbahan dasar dari peralatan dapur seperti wajan dan panci bekas yang dipipihkan lalu digunting zigzag sehingga ujung-ujungnya tajam. Untuk menggerakkan mesin digunakan dinamo yang dihubungkan dengan dua batu baterai sebagai sumber energi. Kami sengaja mengangkat tema ini disebabkan beberapa alasan. Pertama, biasanya peralatan bekas yang sudah rusak cenderung tidak dipakai dan dibuang. Kedua, mengurangi sampah dapur. Ketiga, mesin ini dapat dipakai untuk memotong berbagai macam benda, misalnya kertas, sayuran, buah-buahan, plastik, karet, dan lain-lain. Dengan kata lain kami ingin menciptakan sebuah alat dari dan untuk keperluan dapur.

Hari Jumat malam (26 Februari 2010) kami terbang dari Soekarno-Hatta dengan menggunakan Lion Air. Tiba di Changi sekira pukul 23.50 waktu setempat, kami langsung dijemput oleh guru Anglo-Chinese School (ACS), Mr. R. Devendran dan Mr. See Boon Tiam. Saya sempat bercakap-cakap dengan Mr. Devendran. Dari postur tubuhnya, dapat dipastikan beliau adalah warga Singapura keturunan Tamil. Sosoknya cukup bersahabat, ternyata beliau adalah guru di Departemen Fisika ACS. Saya kemukakan bahwa ini adalah kali pertama kami mengikuti kompetisi yang diselenggarakan di ACS sehingga kami masih perlu banyak bertanya. Lantas beliau menyampaikan tahun ini kompetisi diikuti oleh 27 tim peserta dari enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Vietnam, China, India, dan Meksiko. Tahun ini tidak ada peserta dari Selandia Baru.

Kami tidak langsung diantar ke hotel. Kami dipersilakan istrirahat sejenak di Changi sambil menunggu tibanya delegasi dari Meksiko. Lima belas menit kemudian, delegasi Meksiko yang diwakili oleh COLEGIO CAROL BAUR AZTLAN, COLEGIO CAROL BAUR (keduanya adalah sekolah yang setara dengan SMP di Indonesia) dan COLEGIO CAROL BAUR ARDILLAS (setingkat dengan SD) tiba, semuanya berjumlah 12 siswa dengan tiga guru pembimbing. Sejenak kami tertegun seolah-olah bertemu dengan aktris telenovela (:-D). Sandra Olavarrieta Maldonado, Ana Laura Rivero Borrel dan Sandra Maldonado Baur menyapa kami ramah dan menjabat erat tangan kami meskipun masih tampak gurat-gurat kelelahan setelah menempuh perjalanan pesawat selama 24 jam.

Dengan menggunakan bis yang disediakan ACS kami diantarkan ke penginapan, Hotel Royal di Newton Road. Selama di perjalanan beberapa siswa Meksiko menanyakan mengapa sebagian dari kami ada yang menggunakan kain penutup kepala dan ada yang tidak. Nampaknya mereka keheranan dengan jilbab yang dikenakan kami namun bingung karena tidak semua siswa kami memakainya. Lalu rekan saya menjelaskan bahwa tidak semua perempuan Indonesia berjilbab.


Hari Pertama (27 Februari 2010)
Sampai di hotel sekira pukul 00.30 kami dipersilahkan menuju kamar untuk beristirahat karena pagi pukul 06.00 kami harus mengikuti sarapan bersama-sama di restoran hotel dan dilanjutkan dengan briefing oleh panitia. Pertama kali kami berada di dalam restoran, kami begitu takjub dengan puluhan hidangan yang tersedia, makanan dan minuman, dan semua FREE! Semuanya lengkap. Ada menu khas Eropa, khas Cina, khas Asia dan tentu saja khas Indonesia, NASI GORENG. Menu inilah yang selalu menghampiri lidah saya setiap pagi selama di sana :-). Dengan tak lupa mengucapkan basmallah sebagai bentuk ijtihad saya sebelum menyantap makanan yang tidak bisa saya pastikan halal-tidaknya.

Kami bergegas menuju lobi hotel untuk menerima briefing dari panitia. Peserta dibagi menjadi enam kelompok besar sesuai dengan bis yang digunakan. Kami bersama dengan tim dari SD Santa Ursula Bandung, Faith Academy India, dan Colegio Baur Aztlan mendapatkan bis B2.

Pukul 09.00 kami tiba di Vivo City. Di sana kami diperkenalkan dengan Leader Officer (LO) kami, seorang siswa ACS yang berasal dari Indonesia. Namanya Ray Grimaldi. Ray berkisah, ketika sekolah di SMP BPK Penabur Bandung, dia mengikuti serangkaian tes untuk mendapatkan beasiswa sekolah di ACS meliputi tes matematika, bahasa Inggris dan psikotes. Menurutnya tidak sulit melalui semua tes itu, tapi tentu saja saya tidak sepakat. Tak mungkin ACS memberikan tes yang mudah dalam memberikan beasiswa pada siswa dari luar negeri. Hanya karena kecemerlangan otaknyalah dia bisa diterima di ACS.

Selanjutnya Ray bertutur, tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan bersekolah di ACS karena tumpukan tugas proyek yang begitu banyak dan sebagai siswa dari luar Singapura dia harus mengikuti kelas persamaan selama satu tahun sebelum lanjut ke grade 10. Lantas saya bertanya, bagaimana dia bisa meluangkan waktunya bersama kami sementara dia harus berkonsentrasi sekolah? Ray menjawab, semua tugas sudah dia selesaikan. Meskipun dalam melaksanakan tugasnya sebagai LO dia tidak dibayar (berbeda halnya dengan kegiatan yang sama di tahun kemarin), tapi dia merasa senang dapat bertemu dengan teman-teman dari negaranya, layaknya bertemu dengan saudaranya sendiri. What a kind, Ray.

Menunggu di Vivo City
Kami beranjak dari Vivo City menuju Santosa Island dengan menggunakan ketera, yang beranekaragam desainnya. Inilah kali pertama kami menggunakan alat transportasi berupa monorel. Pukul 10.00 kami sampai di Singapore Nature Discovery. Di sana kami menjelajah berbagai objek wisata alam yang dapat memenuhi keingintahuan kami terhadap berbagai burung, insekta, dan hewan liar lainnya. Two tumbs up untuk Singapura yang berhasil menyulap suatu pulau yang dirancang sedemikian rupa sesuai dengan keadaan aslinya di alam. Mereka tidak segan mendatangkan tumbuhan maupun hewan langka dari negara lain untuk dipamerkan di negaranya demi menarik wisatawan mancanegara. Konsep edukasi dikombinasikan dengan entertainment dan teknologi, sehingga turis tidak merasa bosan mengamati koleksi tumbuhan dan hewan yang dimiliki.

Kita dapat berdiri dan menyusuri canopy rails serasa terbang di antara pepohonan yang menjulang. Sejauh mata memandang tampak rerimbunan pepohonan dan keindahan pulau Santosa dari kejauhan.
Santosa Dilihat dari Canopy Rail

Pameran burung dan insekta langka dikemas menarik. Deskripsi mengenai hewan-hewan tersebut dikemas dalam bentuk detective game dan tampilan yang sangat eye catching. Kita juga juga dapat langsung mendengar suara asli hewan dengan hanya menekan satu tombol yang tersedia di mesin informasi.
Galeri Satwa

Deskripsi Satwa Langka

Sambil beristirahat setelah menyusuri perjalanan yang cukup melelahkan (tapi menyenangkan) kami disuguhkan dengan tayangan film dokumenter satwa-satwa langka.
Menyaksikan Film Dokumenter

Pada sesi Free and Easy kami menuju Palawan Beach untuk lunch. Dengan bantuan Ray kami memesan makanan mie yang terjamin kehalalannya seharga S$ 10. Wow, ini memang mie termahal yang pernah kami santap tapi ukuran porsinya cukup membuat mata terbelalak dan terbahak-bahak. Benar-benar big size untuk perut kami. Ini pelajaran moral pertama yang kami peroleh selama di Singapura. Jangan pernah memesan mie satu porsi seharga S$ 10 untuk dua orang wanita dewasa.

Setelah makan kami memutuskan langsung kembali saja ke hotel, mengingat kondisi kaki yang lumayan mengkhawatirkan. Sambil menunggu kereta lewat kami mencoba mencicipi air minum yang mengalir melalui keran. Tiba-tiba sepasang suami-istri bule yang memangku bayinya lewat. Cute sekali. Kami langsung saja menghampiri mereka untuk dapat berkenalan dan menggendong Telmo. Si cute baby. Bu Amel, rekan saya, begitu sangat menyukai Telmo sampai ia meminta agar ia difoto bersama Telmo.
The Cute, Telmo
Kami melalui rute yang sama untuk kembali ke Vivo City. Dari Vivo City kami tidak dijemput oleh bis sekolah tapi harus menggunakan transportasi umum. Kami putuskan untuk melangkahkan kaki ke Harbour Front MRT Station daripada menggunakan bis umum, karena dengan menggunakan MRT-lah kami bisa segera tiba di hotel.

Sedikit saya ingin mengulas berbagai alat transportasi di Singapura. Meskipun Singapura merupakan negara yang tidak luas, namun mereka disiplin dalam berlalu lintas. Berbeda dengan jalanan di Bandung yang semakin hari semakin macet saja, di Singapura para pemakai jalan begitu tertib dan saling menghormati. Jarang saya temui kendaraan pribadi yang sudah berumur, mayoritas keluaran terbaru. Kabarnya pajak kendaraan di sana sangat mahal dan usia kendaraan sangat dibatasi. Barangkali pemerintah Singapura sangat aware dengan isu pencemaran udara. Angkat topi untuk warga Singapura yang senantiasa menjaga kebersihan jalanan. Sulit rasanya menemukan sampah bertebaran. Para pendatang pun harus mau mematuhi peraturan jika tidak ingin dikenai denda yang selangit. Jadi, kalau penasaran ingin melihat sampah, tengoklah tempat sampah.

Bagaimana dengan angkutan umum? Taxi memang tidak begitu sulit ditemui, akan tetapi pada jam-jam sibuk (karyawan masuk atau kpulang dari kantor) rasanya sulit mendapatkan taxi yang kosong. Kebanyakan sudah terisi atau sudah dipesan. Tarif taxi juga tidak murah kendati disesuaikan dengan dekat-jauhnya jarak tempuh. Bis tersedia dengan berbagai jurusan. Berbeda dengan di Indonesia, bis selalu tepat berhenti di shelter. Jangan harap kita akan dilayani oleh kondektur karena pembayaran dilakukan dengan memasukkan uang ke dalam mesin yang berada tepat di belakang supir. Ini adalah satu bentuk efisiensi kehidupan di Singapura. Berikutnya ialah MRT, (Mass Rapid Transportation), kereta bawah tanah. Ini adalah alat transportasi yang paling murah dan populer karena MRT melayani ke seluruh penjuru Singapura. Dengan menggunakan MRT waktu perjalanan dapat dihemat karena dijamin tidak akan terjebak kemacetan. Setiap lima menit akan tiba MRT dengan jurusan yang sama. Tips saya untuk para pendatang, selalu bawa peta jurusan MRT kemanapun Anda pergi. Sistem angkutan MRT pasti diadopsi dari Inggris. Bila direnungkan, sungguh canggih sekali pemerintah Inggris menata pulau Singapura. Di atas tanah ditempati gedung, di bawah tanah digunakan untuk MRT. Sungguh efisien dalam memanfaatkan sedikit luas wilayah. Karena itu jangan heran kalau untuk menuju MRT Station kita harus memasuki mall terlebih dulu.

Teriknya matahari dan panasnya suhu lingkungan tidak akan terasa jika bila kita memasuki alat seluruh gedung dan alat transportasi. Gedung-gedung dan kendaraan sudah dilengkapi dengan mesin pendingin udara sehingga tidak ramah dengan para perokok. Pengunjung mall dan penumpang kendaraan dilarang untuk merokok bahkan makan dan minum pun dilarang untuk menjaga kebersihan lokasi. Ingat denda yang akan dijatuhkan!

Sebelum menggunakan MRT kami harus membeli tiket dulu di mesin pembelian, dengan menyetorkan uang sekira S$ 2,6 kami membeli tiket ke Novena MRT Station. Wah, sayang sekali MRT yang kami inginkan sesak, sehingga impian kami untuk segera menghempaskan tubuh di kursi tidak terwujud. Dengan diantar oleh Ray kami berjalan kaki dari Novena yang berada di bawah tanah sebuah mall sampai tiba di hotel. What a wonderful day, thanks a bunch Ray!

Dengan menggesekkan kartu ke pintu, kami lalu berhamburan menuju tempat tidur. Alhamdulillah, kami baru melalui satu hari tapi perjalananannya sungguh menyenangkan. Apalagi ya yang akan kami alami besok?


Hari Kedua (28 Februari 2010)

Selesai bersantap pagi-pagi (dengan nasi goreng tentunya :-)) kami dijemput untuk menuju Clarke Quay yang berada di tepi Singapore River. Kami diajak menyusuri sungai seolah bernapak tilas mengarungi sungai Singapura yang bersejarah. Dahulu ketika jaman penjajahan Inggris, sungai Singapura ini menjadi saksi transaksi perdagangan antara tiga ras, Melayu, Chinese, dan Anglo. Oleh karena semakin lama sungai menjadi kotor, maka kegiatan perdagangan di sungai dihentikan. Rehabilitasi sungai dilakukan dan diubah fungsinya menjadi objek wisata.

Mendokumentasikan diri di Clarke Quay

Menikmati Keindahan Singapore River
Two tumbs up kembali untuk pemerintah Singapura. Mereka berhasil membangun imej wisata historis di sepanjang Sungai Singapura. Barangkali cerita patriotiknya tidak sedramatis kisah perjuangan bangsa Indonesia, tapi mereka berhasil mengemas objek wisata dengan sajian bangunan bergaya Eropa (khususnya Inggris) dilengkapi diorama (patung-patung) yang mampu menggambarkan proses perdagangan tempo dulu di Singapura. Tempat ini kami dengar semakin semarak di malam hari karena beberapa bangunan lama difungsikan sebagai kafe/resto dan hotel (hotel termahal di Singapura pun berada di kawasan ini).
Cheers

Tak jauh dari Singapore River, nampak bangunan unik mirip dengan durian raksasa. Inilah Esplanade – Theatres yang biasa digunakan untuk menyelenggarakan konser penyanyi (luar negeri termasuk Krisdayanti, Rosa dan penyanyi tenar lainnya).

Lelah berkeliling, tibalah saatnya sesi FREE AND EASY. Pada sesi ini panitia membebaskan kami untuk melalukan aktivitas di luar jadwal panitia dengan biaya pribadi. Bersama Ray kami memasuki Suntec City, mall besar yang terdiri atas lima gedung yang saling berhubungan. Konon, barangsiapa yang berhasil mengelilingi kelima gedung ini, maka dia suatu saat nanti akan kembali ke Singapura. Kami tidak berusaha untuk membuktikannya mengingat panggilan alam yang sudah keroncongan minta diisi. Kami lantas menuju lantai atas, tempat food court berada. Di sana tidak perlu bingung mencari menu makan yang cocok dengan lidah orang Indonesia. Makanan padang tersedia. Ayam bakar (chicken grill) pun a. Apalagi nasi goreng. Meskipun saya termasuk pecinta nasi goreng tapi kali ini saya lebih memilih menu nasi + ayam bakar.

Berpose dulu sambil menunggu makanan

Setelah perut kenyang terisi kami kembali ke hotel menggunakan MRT ke Novena bersama Sonny, LO lainnya. Thanks Sonny!

Hari Ketiga (1 Maret 2010)

Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini kami harus bangun lebih awal karena akan dijemput pukul 06.00 pagi untuk menghindari kemacetan di perjalanan menuju ACS. Kami memenuhi undangan untuk menghadiri Hari Ulang Tahun ACS ke-124. Tiba di kampus ACS setengah jam kemudian, kami dibuat takjub dengan megah dan luasnya sekolah ini. Belum pernah kami mengunjungi sekolah sebesar dan semodern ACS.


Megahnya ACS


Symbol ACS

Setelah melewati gerbang kami memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengjangkau gedung sekolah. Nampak banyak siswa berbondong-bondong memasuki lobi gedung. Kami disambut oleh logo tulisan Visi dan Misi Sekolah serta deretan piala di istana piala yang terdapat tepat di lobi.

Fantastic, nampaknya kami akan ada menyaksikan perhelatan besar. Para siswa anggota ekstrakurikuler orkestra dan marching band sibuk mempersiapkan diri begitupun dengan para petugas upacara. Upacara peringatan dilaksanakan di lapangan sepakbola yang terbuat dari rumput sintetis. Para undangan dipersilakan menempati kursi yang telah disediakan. Oleh karena dari tim sekolah kami tidak didampingi oleh Kepala Sekolah, maka kursi yang disediakan untuk Principal yang ada di baris terdepan ditempati oleh saya. Alhamdulillah, saya jadi leluasa mengabadikan momen ini dengan jelas. Tepat di samping saya duduk guru dari SMP Santa Angela Bandung yang mewakili Kepseknya.

Sebelum upacara dimulai siswa sudah berbaris rapi dengan dikoordinir oleh wali kelas masing-masing. Di sini sudah tampak kedisiplinan siswa-siswa di sana. Sangat kontras dengan kondisi upacara bendera Hari Senin yang biasa dilakukan di Tanah Air. Ini pelajaran moral kedua yang diperoleh. Upacara dipimpin oleh Principal/CEO ACS,Dr. Ong Teck Chin.


Memperingati Hari Jadi ACS



Dekorasi Pesta



Ruang Guru ACS


Selepas upacara kami diboyong ke gedung auditorium di lantai dua untuk mengikuti academic Awards Presentation & Thanksgiving Service kepada guru, karyawan, dan siswa ACS yang berprestasi. Kembali saya duduk di kursi khusus Principal. Acara dibuka oleh Hymne ACS yang dinyanyikan ACS Choir (Ray salah satu personilnya) kemudian dilanjutkan doa bersama. Sambutan disampaikan oleh tamu kehormatan, Chairman Maritime and Port Authority of Singapore yang juga merupakan alumni ACS, Mr. Lucien Wong.


Pembukaan Acara Pemberian Awards



ACS Choir



Principal, Dr. Ong Teck Chin


Tibalah acara utama, pemberian Long Service Awards untuk guru dan karyawan atas pengabdiannya kepada ACS selama 5, 10, 15,20, dan 25 tahun. Penerima penghargaan dipanggil ke atas satu per satu untuk menerima award langsung dari Principal. Berikutnya adalah pemberian Academic Awards kepada siswa yang meraih nilai tertinggi pada setiap mata pelajaran dari seluruh grade oleh tamu kehormatan. Di sini tampak gurat kebanggaan dari setiap orang yang dipanggil, orang tua siswa yang diundang pun turut berbahagia. Pada acara ini saya menyaksikan bahwa seluruh pengabdian guru-karyawan dan potensi siswa benar-benar dihargai. Tidak ada diskriminasi terhadap kemampuan mereka. Siswa yang berprestasi di bidang seni, olahraga, bahasa sama dihargainya dengan bidang matematika dan sains. Kiranya ini dapat menjadi pelajaran moral untuk saya dan pendidikan di Indonesia.


Selesai acara kami dijamu makan siang oleh Principal ACS di lantai bawah. Sambil makan kami bercakap-cakap dengan salah satu orang tua siswa ACS. Ia bertanya apakah kami juga orang tua siswa seperti dirinya? Kami jelaskan bahwa kami adalah peserta simposium sains dari Indonesia. Sayang kami tidak bisa mengobrol panjang lebar karena kami sudah tak tahan untuk pergi ke toilet.

Untuk kesekian kalinya kami dibuat tercengang oleh sekolah ini. Keran wastafel dan air di kloset menggunakan sensor otomatis. Air akan mengalir dari keran wastafel bila ada benda ditempatkan di bawah keran, ketika benda tersebut lenyap maka air berhenti mengalir. Tak jauh berbeda dengan air yang mengalir di kloset. Saat kita beranjak dari kloset, air langsung mengalir untuk membersihkan closet. Benar-benar efektif dan efisien untuk membersihkan sekaligus menghemat penggunaan air.

Selanjutnya kami diajak mengunjungi Singapore Science Centre (SSC), surganya ilmuwan terutama biologist and medics, yang terletak di Science Centre Road. Mengapa saya berani mengatakan SSC adalah surganya bagi physician and biologist? Karena saya benar-benar dimanjakan oleh sajian dari Body Worlds & The Life Cycle Museum yang ada di sana. Museum yang diprakarsai oleh Dr. Gunther von Hagens dan Dr. Angelina Whalley ini memamerkan 200 tubuh asli manusia yang telah diawetkan melalui plastinasi.





Plastinasi kurang lebih dapat dijelaskan sebagai berikut: Tubuh pendonor yang telah wafat (sebelumnya pendonor telah membuat surat pernyataan kesediaan agar tubuhnya diawetkan demi kepentingan umat manusia) kemudian disuntik dengan eter agar lemak tubuh mencair lalu dapat dialirkan ke luar tubuh. Selanjutnya adalah proses pengawetan dan pembentukan tubuh yang spektakuler sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.

Di museum ini kami dapat mengamati spesimen orang yang sedang melukis, main catur, bermain basket, dll. Kami juga dapat menyaksikan spesimen organ-organ tubuh yang sehat bahkan yang mengalami kelainan atau kerusakan. Kami sangat terkesima dengan kinerja kedua dokter tersebut yang begitu rapi dalam menyusun jalinan saraf dan pembuluh darah berukuran kecil agar dapat menampilkan kondisi tubuh yang sebenarnya. Kami diperlihatkan organ otak yang sehat, yang mengalami penyusutan volume pada penderita alzheimer, jantung sehat, jantung sakit, hati sehat, hati yang mengalami peradangan akibat terinfeksi, hati yang sirosis, paru-paru sehat, paru-paru perokok yang hitam-kering seolah-olah terbakar, lambung yang sehat dan yang mengalami peradangan, janin dari berbagai trimester, dan lain sebagainya. Tidak hanya soal manusia, di museum juga dipamerkan spesimen jerapah dan cumi-cumi raksasa.
Rasanya waktu bergulir cepat. Kalau tidak diingatkan Bu Amel untuk segera keluar museum dan bergabung dengan rekan-rekan yang lain saya masih ingin berlama-lama di sana. Satu hal lagi yang saya sesalkan, spesimen-spesimen itu sama sekali tidak dibolehkan untuk didokumentasikan. Mungkin hal ini berhubungan dengan hak kekayaan intelektual. Tapi, tak apalah, saya sudah banyak memiliki pengalaman berharga yang dapat saya bagikan kepada rekan-rekan dan siswa-siswa di tanah air. Saya tidak hanya sekedar melihat foto paru-paru perokok, tapi saya mengamati langsung spesimennya. Pengalaman ini dapat saya sampaikan ketika pembelajaran Sistem Pernapasan Manusia.

Selepas dari museum kami dijemput untuk kembali ke ACS. Saatnya dinner di Boarding School (Asrama). Perlu diketahui bahwa tidak semua siswa ACS tinggal di asrama. Hanya siswa yang memang ingin tinggal mandiri dan siswa scholarship yang bermukim di sana. Ada sebagian tim peserta yang sengaja ditempatkan panitia untuk menginap di asrama agar dapat semakin mengenal kehidupan sehari-hari siswa selama mengenyam pendidikan di ACS. Saya memperoleh informasi dari guru SMP Lab School Jakarta yang menginap di asrama, bahwa untuk masuk-keluar kamar, siswa tinggal menggunakan sidik jarinya, dan pintu kamarpun terbuka.

Ruang makan di asrama sangatlah luas dan dapat menampung banyak siswa. Di sini siswa harus melayani dirinya sendiri dalam mengambil makanan dan menyimpan peralatan makan seusai digunakan.

Hari Keempat (2 Maret 2010)
Kegiatan hari ini akan diisi dengan aktivitas di ACS, mengikuti kegiatan layaknya siswa ACS bersekolah di sana. Seperti biasa untuk menuju ke ACS kami harus bersiap pagi-pagi sekali karena akan dijemput pukul 06.00. Setibanya di ACS, kami berkenalan dengan delegasi dari negara lain. Saatnya berfoto-foto ria (Hahaha, narsis mode on).



Setiap pagi seluruh civitas akademika ACS melaksanakan apel pagi sekira 15 menit yang dipimpin oleh Principal. Kami mengikuti apel dengan membentuk barisan tersendiri tepat di belakang Principal.



Apel diawali dengan pengibaran bendera Singapura dan bendera ACS sambil diiringi lagu kebangsaan Singapura oleh semua. Sumpah warga negara diucapkan oleh petugas apel dan diucap ulang oleh peserta apel dalam Bahasa Inggris. Ceramah dan untaian doa dipanjatkan (layaknya Kultum di Indonesia) mengingatkan agar semuanya dapat menjalankan tugas dengan baik atas nama Tuhan-Nya. Sesi terakhir ialah penyampaian pengumuman-pengumuman dari guru dan siswa. Pada sesi ini guru diberi kesempatan untuk mengingatkan jadwal tes dan pengumpulan tugas terakhir. Siswa juga tidak mau kalah, mereka dapat mengumumkan kegiatan pelaksanaan ekskul bahkan siswa yang nyambi berwirausaha mereka dapat mempromosikan dagangannya. Sungguh unik ya?

Selepas apel, maka satu per satu peserta dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing sedangkan kami langsung diminta oleh panitia untuk memasuki ruangan Seminar. Ruangan seperti ini terdapat di setiap lantai gedung ACS. Ckckck. Ternyata di dalam ruangan sudah menunggu siswa-siswa ACS yang akan memandu tim peserta kompetisi untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelasnya. Pun demikian dengan tim dari SMPN 2 Cimahi. Pengalaman mengikuti belajar di ACS tentu menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi siswa-siswa kami karena mereka diberikan kesempatan untuk berinteraksi lebih dekat dengan guru dan banyak siswa ACS. Semoga pengalaman ini dapat menjadi motivasi besar bagi siswa-siswa kamu untuk semakin percaya diri, giat belajar dan berprestasi.


Sementara siswa-siswa berada di dalam kelas, maka guru menjalani sesi FREE AND EASY. Saya dan Bu Amel memutuskan untuk menuju Marina Bay. Di sanalah patung Merlion, landmark Singapura berada. Tidak mantap rasanya kalau kami berkunjung ke Singapura tanpa menjejakkan kaki ke sana dan mengabadikannya. Oleh karena kami merasa masih buta dengan medan di Singapura, maka kami berusaha merayu Pak Cece, guru SMAN Sindangkerta yang sudah pernah ke Merlion untuk menjadi pemandu jalan. Alhamdulillah, tanpa bersusah payah merayu (:D), Pak Cece bersedia sebab kepala sekolahnya pun belum pernah berkunjung ke Merlion.
Dengan penuh semangat kami menggunakan MRT menuju Marina Bay. Teriknya matahari dan suhu udara yang panas tidak kami hiraukan agar dapat segera tiba di Marina dan berkumpul tepat waktu dengan rekan-rekan lain di Little India pukul 12.00. Pffiuhh, alhamdulillah, sekarang bukan hanya sekedar mimpi, saya sudah berdiri tepat di depan patung Merlion mini dan saya tidak melewatkan kesempatan ini untuk berfoto (narsis... Narsis.. Kapan lagi? ;-)) Berfoto di samping Merlion raksasapun tak terlewatkan.
Puas berada di sana, kami berempat segera bergegas menuju Little India. Wahhh, saat kami tiba rekan-rekan yang lain ternyata sedang asyik shopping! Pas Uswadi dan Pak Amidi dari Labschool Jakarta, nampak serius memilih-milih oleh-oleh untuk istri tercinta. Begitu pun dengan Cik Gung Hamimah dari SMK Victoria terlihat serius mengamati barang-barang murah yang bisa dibeli dengan hanya S$ 10. Dengan menyerahkan S$ 10 tidak hanya satu barang yang didapat, tapi juga tiga!
Berhubung lambung saya keroncongan, saya segera menarik Bu Amel untuk mencari makanan. Sempat kebingungan juga mengingat waktu yang sempit. Akhirnya diputuskan untuk membeli nasi box. Saat kami membeli makanan, Suster Paula dan guru-guru dari SD Santa Ursula dengan tergopoh-gopoh membawa barang hasil belanja mereka melintas di depan kami. Mereka mengatakan baru saja dari Bugis memborong segala macam barang. Wuihhh, sifat dasar wanita ya, shopping in every time, every where 
Dengan dijemput oleh bis ACS kami tiba di sekolah dan dipersilakan untuk makan di kantin seraya menunggu siswa yang masih belajar di kelas. Fabulous, saya dan Bu Amel berdecak kagum. Tatanan kantin layaknya food court yang ada di mall-mall. Tersedia berbagai rupa makanan dan minuman sesuai selera siswa dan tidak perlu khawatir persediaan uang Anda akan menipis karena harganya pun disesuaikan dengan kantung siswa.
Seusai lunch, panitia mengajak kami untuk mengunjungi objek wisata lainnya, yaitu China Town. Setelah kemarin kami tidak didampingi Ray, maka hari ini Ray menemani kami untuk berkeliling di China Town. China Town merupakan kawasan salah satu mesin penggerak perekonomian di Singapura selain Orchad dan Little India.

Hari kelima (3 Maret 2010)
Seperti biasa kami harus berangkat pukul 06.00 pagi dari hotel menuju ACS. Surprise, kami harus melaksanakan lagi apel pengibaran bendera. Tak dinyana, apel selalu dilaksanakan tiap hari di seluruh sekolah di Singapura untuk menanamkan nasionalisme pada setiap warga negara yang multiras. Nyaris tidak ada yang berbeda dengan apel kemarin, namun ada yang menarik, sumpah warganegara disampaikan dalam bahasa Tamil. Sepertinya setiap hari, bahasa pengantar yang digunakan bergilir, hari ini Tamil, besok mungkin bahasa Malay, lusa barangkali bahasa Chinese.
Selepas apel kami menghadiri acara puncak Life Science Symposium. Sesuai dengan tema symposium, yaitu ‘Innovatus’, Guest of Honour, Professor Alastair V. Campbell dari National University of Singapore memaparkan mengenai inovasi dan cara berinovasi. Deksripsi uraian kuliahnya akan saya kemukakan di postingan berikutnya.
Selanjutnya adalah pemberian award kepada pemenang dan partisipan kompetisi sains. Ini adalah saat yang dinanti-nantikan, untuk kategori Primary School (Sekolah Dasar) dimenangkan oleh SD Santa Ursula, Bandung, sedangkan untuk kategori Secondary School (Sekolah Menengah) dimenangkan oleh SMP Santa Ursula, Bandung. Tema yang mereka ajukan adalah mengenai ‘Ekstraksi Gula dari Ubi Cilembu yang Aman bagi Penderita Diabetes Melitus’. Sayang sekali kami tidak berhasil menjadi pemenang. Akan tetapi kami banyak mendapatkan pelajaran. Barangkali faktor utama yang menentukan kemenangan adalah kesesuaian ide yang diajukan dengan selera juri. Awalnya dalam bayangan kami yang baru pertama kali mengikuti perlombaan tingkat internasional bahwa kami harus menciptakan sesuatu yang canggih yang berasal dari bahan-peralatan dapur. Tidak terlintas dalam benak kami bila sesuatu yang canggih merupakan hal yang lazim bagi orang Singapura. Justru semestinya kami mengangkat suatu produk yang berasal dari kearifan lokal, seperti Ubi Cilembu itu. Tentu saja sangat sulit (bahkan mungkin tidak ada) menemukan Ubi Cilembu di negara mereka. Ternyata kejelian tim SMP Santa Ursula dalam menggali manfaat Ubi Cilembu bagi kesehatan membuahkan kemenangan. Memang bukan menjadi hal yang aneh, karena tim mereka sudah mengikuti kompetisi ini sejak empat tahun yang lalu sehingga mereka sangat mengenal karakteristik produk yang diharapkan muncul.
Penghargaan terima kasih atas partisipasi peserta dan guru dalam mengikuti 9th Life Symposium diberikan oleh Principal ACS. Tak lupa ucapan terima kasih dan cinderamata disampaikan kepada semua kepala sekolah yang mengutus siswanya mengikuti kegiatan ini oleh Ketua Yayasan ACS. Untuk kesekian kalinya saya mewakili bapak kepala sekolah menerima cinderamata karena beliau berhalangan hadir.
Seluruh partisipan diperkenankan untuk memamerkan produk ilmiahnya dan mempresentasikan di hadapan para Juri dan pengunjung pameran. Setiap tim diperkenankan membuat stannya sendiri dengan difasilitasi panitia. Pameran ini dilaksanakan di salah satu laboratorium ACS tepat dengan dibukanya laboratorium (open laboratory) kepada masyarakat. Ada sekira 30 laboratorium di sana. Laboratorium IPA saja beranekaragam. Ada Lab. Kultur Jaringan, Lab. Fisiologi, Lab. Ekologi, Lab. Rekayasa Genetika. Ada juga Lab. Tata Boga Lab. Kimia Dasar, dan lain-lain. Banyak sekali laboratorium yang kami kunjungi sampai-sampai kami sulit mengingat nama lab yang kami kunjungi. Bahkan di bagian atap gedung ada Roof Top Garden yang bangunannya serupa dengan Green House. Di sana dipelihara beragam tanaman dengan cara hidroponik dan aeroponik. Setiap kami mengunjungi satu laboratorium, kami diberikan cinderamata. Misalnya ketika kami mengunjungi Lab. Kultur Jaringan, kami dihadiahi tumbuhan muda produk dari kuljar. Sementara di Lab. Tata Boga kami dipersilakan untuk belajar membuat roti dan mencicipi roti fresh langsung dari oven hasil karya siswa ACS.
Kami begitu terpukau dengan kemodernan dan kecanggihan sarana dan prasarana praktikum yang diperuntukkan bagi siswa ACS. Kami tercenung, kapan siswa-siswa di tanah air bisa merasakan hal yang sama ketika belajar di sekolah negeri? Apakah kami terlalu berani bermimpi? Entahlah...
Pfiuhh, hari yang begitu melelahkan namun sangat menyenangkan. Saatnya dinner di asrama, tapi kok dinner dilakukan pukul 05.00 sore. Ow, ternyata ini adalah early dinner. Kami segera bergegas menghabiskan makanan karena kami ingin menyaksikan pertunjukan Songs of The Sea di Sentosa Island. Suatu pertunjukan yang megah di tepi pantai dimana pertunjukan drama dikemas menggunakan media sinar laser yang ditembakan ke air mancur. Ceritanya tentang seorang Putri yang diculik dan ditawan oleh penjahat. Durasinya sekira 30 menit, namun butuh perjuangan keras untuk menyaksikannya mengingat jadwal kegiatan kami yang padat.
Hari Keenam (4 Maret 2010)
Hari terakhir. Hmm, tak terasa waktu cepat sekali berlalu. Alhamdulillah, banyak sekali pengalaman yang dapat kami bawa ke tanah air. Sungguh memori yang tak akan pernah kami lupakan. Kami banyak belajar, tidak hanya dari Singapura tapi juga dari rekan-rekan peserta lainnya. Dari peserta Singapura kami sungguh mengagumi kepercayaan diri dan kecerdasan mereka. Meskipun usianya masih sangat belia, mereka tidak canggung berkomunikasi dengan orang dari negara lain. Kemampuan Bahasa Inggrisnya sangat fasih kendati masih disertai dengan logat Chinesenya. Begitupun dengan siswa dari India, walaupun Bahasa Inggrisnya tidak terlalu bagus (mereka berbicara campur aduk dengan bahasa ibunya) tapi tetap tidak menghilangkan semangat dalam mempublikasikan produk inovatif yang dihasilkan. Didukung dengan body languagenya dan media poster, saya pikir saya dapat memahami apa yang dia katakan. Sorot kebanggaan begitu terpancar dari wajahnya meski ia bukanlah pemenang.
Bagaimana dengan siswa Mexico? Mereka sangat ramah. Ada misi lain di balik keikutsertaan mereka dalam kompetisi ini, yaitu untuk memperkenalkan negara dan budayanya. Melawat ke Singapura merupakan perjalanan terjauh yang pernah dilakukan, namun kunjungan ke negara lain sudah beberapa kali dilaksanakan dalam rangka Student Exchange. Hanya saja masih dalam lingkup satu benua, misalnya ke Kanada atau USA. Yang mengejutkan, mereka tidak sungkan menawari kami kerjasama pertukaran pelajar dan kebudayaan. Mereka sangat antusias dan tertarik dengan Indonesia. Barangkali hal ini dimulai dengan ketertarikan mereka dengan jilbab kami yang berbeda dengan peserta lainnya. Student Exchange dapat berlangsung selama minimal satu minggu. Untuk biaya hidup selama di Mexico sepenuhnya ditanggung oleh sekolah tersebut, begitupun sebaliknya. Kami di Indonesia juga harus menanggung biaya hidup siswa selama tinggal di sini. Sungguh tawaran yang sangat menarik hanya saja kami tidak dapat memutuskannya sendiri karena harus berdiskusi dengan rekan-rekan lain di sekolah. Untuk sementara mereka memberikan kartu namanya dan deskripsi budaya Mexico dalam bentuk CD.
Pukul 05.30 dengan menggunakan kendaraan Travel kami check out dari hotel karena kami harus menggunakan penerbangan ke Jakarta pukul 07.00 nanti. Sejenak berleha-leha di atas kursi pijat gratis di Changi. Tepat pukul 07.00 pesawat lepas landas membawa kami keluar dari kemodernan gaya hidup di Singapura. Terlintas asa untuk dapat kembali berkunjung ke sana. Alhamdulillah wa sholatu wassalamu’ala rosulillah.

2 komentar:

Uswadin, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. mengatakan...

Blognya keren dan komplit bu Gita. Cerita di ACS juga komplit, saya baru baca padahal sudah di ul load lama. Saya termasuk ikut dalam kegiatan tersebut membimbing anak-anak dari Labschool
Salam kenal!

Gita Nurul Puspita mengatakan...

Terima kasih pak :-). Tulisan ini belum sempat saya edit shg nampak belum rapi. Senang sekali bisa bersua kembali dgn bapak meski di dunia maya.