Cece
Sutia1 and Gita Nurul Puspita2
1 SMAN 1 Sindangkerta
2 SMPN 2 Cimahi
ABSTRACT
The flipped
classroom is a pedagogical model in which the typical lecture and homework elements of a course are reversed. This research has aim to
disclose the implementation of flipped classroom to study Genetics Substantive in SMAN 1 Sindangkerta year 2011/2012. One
class (40 students of 12th grade) was involved in this study. Data were
collected by using tests and motivation questionnaires. Based on descriptive
statistical result, the student’s cognitive test categorized as ‘good’ (Average Score = 79.85) in which 87.5 % of student
reaches The Minimum Standard (KKM = 70) and student’s motivation categorized as ‘good’ as well (3.10). It can
be concluded that flipped classroom can overcome slow learner’s problems.
According to this study, it is suggested to science teachers to use video or
animation with Indonesian subtitle. Furthermore, it will be better if the
teachers make their own video that is suitable for their students need.
Keywords: Flipped
classroom, genetics substantive, slow learner, student’s motivation, 12th
grade student
PENERAPAN FLIPPED LEARNING PADA MATERI SUBSTANSI GENETIKA UNTUK MENGATASI
KESULITAN SISWA YANG LAMBAT BELAJAR
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji penerapan flipped classroom pada materi Substansi Genetika
di SMAN
1 Sindangkerta tahun pelajaran 2011/2012. Satu kelas (40 siswa kelas XII
IPA) dilibatkan dalam penelitian. Data dikumpulkan dengan menggunakan
tes dan angket
motivasi. Hasil analisis
data melalui statistik deskriptif menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa tergolong kategori baik (dengan nilai rata-rata 79,85) dimana
87,5 % siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM = 70) dan motivasi
belajar siswa tergolong kategori baik juga (3,10). Hasil studi ini menunjukkan
bahwa penerapan flipped classroom dapat
mengatasi kesulitan siswa yang lambat belajar. Disarankan agar guru menggunakan
video atau animasi yang berbahasa Indonesia untuk lebih mempermudah siswa dalam
memahami konsep-konsep abstrak bahkan lebih baik jika guru membuat video pembelajaran
sendiri sesuai karakteristik siswanya.
Kata kunci: flipped classroom, substansi genetika, hasil
belajar, motivasi siswa, siswa kelas XII
1. Pendahuluan
Mengajar di kelas dengan siswa yang
heterogen dalam kemampuan berpikir menjadi tantangan tersendiri, khususnya
ketika menghadapi siswa yang lambat belajar (slow
learner) (Borah, 2013). Shaw (2010)
memaparkan bahwa anak slow learner sedikit
berbeda dengan anak normal tapi saat di sekolah mereka lambat dalam memahami
materi pelajaran. Mereka sulit memahami hal-hal yang abstrak juga mengalami
kesulitan saat harus mentransfer atau menerapkan konsep yang diajarkan ke dalam
situasi baru. Selain itu mereka mengalami hambatan dalam mengatur waktu
belajar, sehingga seringkali terlambat dalam menyelesaikan tugas. Malik, Rehman,
dan Hanif (2012) menambahkan hasil ulangan harian slow
learner lebih rendah dari rata-rata yang biasanya mampu dicapai oleh teman-teman
sebayanya.
Konsep substansi genetika merupakan
salah satu konsep yang bersifat kompleks dan rumit. Hal ini dikarenakan materi
tersebut berisi tentang kromosom, DNA dan RNA yang berukuran ultramikroskopik.
Siswa slow learner memerlukan waktu
yang lebih banyak untuk dapat memahami proses-proses yang terjadi. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut maka dapat diterapkan model flipped classroom.
Menurut Educause (2012) flipped classroom merupakan suatu model
pedagogik dimana waktu pelaksanaan kegiatan tatap muka di kelas dan pengerjaan
tugas dibalik. Video singkat tentang materi pelajaran disimak oleh siswa di
rumah sebelum mereka mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Pembelajaran di
kelas dikhususkan untuk mengerjakan tugas-tugas berupa latihan, simulasi,
proyek atau diskusi. Penggunaan video pelajaran menjadi karakteristik dalam flipped approach. Herreid dan Schiller (2013) memaparkan bahwa flipped approach dianggap menarik karena
melibatkan penggunaan internet termasuk video dan audio yang dinarasikan oleh
tokoh-tokoh yang berkompeten. Video
ini dapat dibuat sendiri oleh guru kemudian diunggah secara online atau guru dapat memilih video
yang sudah ada di channel Youtube.
2.
Metode Penelitian
Subjek penelitian ini adalah satu kelas XII IPA SMAN 1
Sindangkerta tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 40 orang
siswa. Subjek
penelitian ini dipilih berdasarkan hasil rata-rata ulangan harian pada tahun
2011 di SMAN 1 Sindangkerta sebesar 73,60 dan yang lulus KKM hanya 62,50% (KKM
= 70).
Sebelum kegiatan pembelajaran siswa
diminta untuk menyimak video animasi Substansi Genetika di Youtube Channel yang sudah ditentukan guru. Bagi siswa yang tidak
memiliki akses internet di rumahnya, guru memberikan soft copy video tersebut agar siswa dapat melihatnya secara offline di rumah. Durasi video tersebut tidak lebih dari 20
menit. Saat tatap muka di kelas siswa diberi kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan mengenai konsep-konsep yang telah dipelajari di rumah dan
mendiskusikannya di kelas dengan bimbingan guru. Kemudian guru memberikan
latihan soal untuk memperdalam pemahaman siswa.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik
pengumpulan data penelitian, yaitu: (1) hasil belajar siswa dikumpulkan
menggunakan tes objektif (post-test), dan (2) motivasi
belajar siswa dikumpulkan dengan teknik pemberian
angket. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan
statistik deskriptif.
3.
Hasil dan Pembahasan
Berikut merupakan hasil analisis
statistika deskriptif untuk ketuntasan hasil belajar.
Tabel 1. Ketuntasan Hasil Belajar
Keterangan
|
% Ketuntasan (KKM
= 70)
|
Nilai Rata-Rata
|
|
Tuntas
|
Tidak Tuntas
|
||
Hasil belajar siswa
|
87,50
|
13,50
|
79,85
|
Selanjutnya angket motivasi siswa dianalisis dan ditampilkan dalam tabel di
bawah ini.
Tabel
2. Rekapitulasi
Skor Angket Motivasi Belajar Siswa
Rata-rata skor
|
Rata-rata skor
keseluruhan
|
|||
Attention
|
Relevance
|
Confidence
|
Satisfaction
|
|
3.25
|
3,09
|
2,96
|
3,10
|
3,10
|
Berdasarkan Tabel. 1 diketahui bahwa hasil belajar siswa pada materi
substansi genetika menunjukkan hasil yang memuaskan yaitu rata-ratanya 79,85
dengan tingkat ketuntasan mencapai 87,50%. Hal ini dapat dikatakan bahwa hasil
tersebut tergolong kategori baik (Arikunto, 2010). Hasil ini lebih baik dari
tahun sebelumnya dengan rata-rata
ulangan harian pada tahun 2011 di SMAN 1 Sindangkerta adalah 73,60 dan yang
lulus KKM sebanyak 62,50%.
Materi Substansi Genetika dapat
dikatakan tergolong rumit dan kompleks. Bahkan dapat dikatakan bersifat abstrak
akibat ukurannya yang ultramikroskopis. Materi ini bersifat abstrak sehingga
diperlukan penggambaran objek secara visual.
Media animasi hampir serupa dengan media gambar
karena sama-sama bersifat media visual. Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan O’Day (2006), penayangan animasi dilakukan secara personal yang
diakses melalui situs internet sehingga siswa dapat menyimak secara lebih jelas
dengan pemberian kontrol waktu penayangan. Ternyata hasilnya menunjukkan
kelompok siswa yang menyimak animasi dengan waktu yang lebih lama mendapatkan
nilai test yang lebih tinggi.
Penerapan flipped classroom memberikan keleluasaan
kepada siswa untuk melakukan pembelajaran secara mandiri sehingga slow learners memiliki waktu yang lebih
banyak untuk mengulang video pembelajaran sampai mereka lebih memahami
konsep-konsep yang disajikan. Sebaliknya, pada kelas tradisional siswa berusaha
sangat keras untuk memahami penjelasan yang disampaikan guru. Mereka jarang dapat
meminta guru berhenti dan meminta guru untuk mengulangi penjelasannya. Apalagi slow learner cenderung tidak percaya
diri ketika mengungkapkan ide (Reddy, Ramar, dan Kusuma, 2006 dalam
Purwaningtyas, 2014).
Kegiatan tatap muka dengan
guru yang diisi dengan pengerjaan tugas, diskusi kelas untuk pendalaman materi
memberikan pandangan yang lebih baik kepada guru agar lebih mengenali gaya
belajar siswanya. Penggunaan waktu belajar di kelas pun menjadi lebih efektif
dan lebih kreatif (Herreid dan Schiller, 2013).
Melalui
pembelajaran menggunakan media animasi, siswa belajar dengan menggunakan indera
pendengaran dan penglihatan sekaligus dan memperhatikan suatu proses yang
bergerak (simulasi proses) sehingga lebih mudah untuk memahami materi. Mayer
(dalam O’Day, 2006) telah membuktikan bahwa siswa belajar lebih efektif bila
ada penggabungan antara kata-kata dengan gambar secara audio-visual (efek
multimedia) daripada hanya sekedar teks bacaan bahkan yang dilengkapi gambar
(efek kedekatan spasial). Hal
ini dapat terjadi karena banyak organ sensori siswa yang aktif terlibat (Sugapriya
dan Ramachandran, 2011)
Untuk
dapat menjamin hasil belajar yang baik, siswa harus mempunyai perhatian
terhadap bahan yang dipelajarinya. Karena itu, perlu diusahakan bahan ajar
selalu menarik perhatian (Slameto, 2003). Jika siswa sudah merasa tertarik akan
sesuatu, maka akan timbul minat siswa untuk mengkaji materi ajar yang
diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan siswa lebih menyukai
sesuatu hal daripada hal lainnya (Hamalik, 2007).
Hasil yang didapat dari pengisian angket yaitu seluruh
siswa mencapai kategori motivasi belajar yang baik dengan rata-rata skor
keseluruhan 3,10 dari skor maksimal 4,00
(Tabel. 2). Ditinjau dari aspek motivasi ARCS (Attention, Relevance, Confidence and
Satisfaction) menurut Keller (2006), secara umum seluruh aspek meraih kategori yang baik dengan
rata-rata skor keseluruhan 3,25 untuk perhatian (attention), 3,09 untuk relevansi (relevance), 2,96 untuk percaya diri (confidence)
dan 3,10
untuk aspek kepuasan (satisfaction) (Tabel 2). Ini berarti penggunaan media animasi dalam pembelajaran dapat
membuat motivasi belajar siswa tinggi. Media animasi memang memiliki keunikan
tersendiri dalam segi tampilan ditambah lagi dengan penayangannya secara audio
visual.
Menurut
Sanaky (2011) melalui sifatnya yang audio visual, sehingga memiliki daya tarik
tersendiri dan dapat menjadi pemicu atau memotivasi siswa untuk belajar. Berikut
ini pembahasan lebih rinci mengenai rekapitulasi hasil perolehan skor untuk
masing-masing aspek motivasi belajar dan pembahasan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Hasil
pengisian angket untuk pernyataan aspek perhatian menunjukkan kategori baik.
Hal ini semakin menguatkan bahwa penggunaan media animasi sebagai media audio-visual dalam pembelajaran dapat
memunculkan perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung. Livie dan Lentz
(1982) (dalam Sanaky, 2011) mengemukakan salah satu dari empat fungsi media
pembelajaran khususnya media visual adalah fungsi perhatian.
Fungsi
perhatian berarti media visual merupakan inti, menarik dan mengarahkan
perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan
dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
Menurut Keller (2000), untuk tetap mempertahankan perhatian siswa perlu dibuat
suatu upaya tertentu yang merangsang keingintahuan siswa terhadap hal tersebut.
Menggunakan media animasi dalam pembelajaran dapat dijadikan salah satu
strategi yang baik untuk meningkatkan perhatian siswa bila dilihat dari hasil
yang didapat melalui pembelajaran yang telah dilakukan.
Hasil
pengisian angket untuk pernyataan aspek relevansi
menunjukkan kategori baik. Hasil ini menunjukkan
bahwa secara keseluruhan siswa yakin bahwa pembelajaran ini memiliki kesesuaian
dengan kebutuhan siswa sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.
Menurut Keller (2000) walaupun rasa ingin tahu telah terbangun, motivasi
belajar akan berkurang apabila isi dari pembelajaran tidak bernilai atau tidak
sesuai dengan kebutuhan siswa.
Hasil angket menyatakan bahwa
terdapat kata-kata yang tidak dimengerti selama
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan Bahasa Inggris dalam
media animasi yang digunakan.
Sejumlah
siswa yang mengisi bagian essay
pada angket motivasi belajar menyatakan kekurangan dari media animasi yang
digunakan adalah bahasanya yang menggunakan bahasa Inggris serta tidak
dilengkapi subtitle dalam bahasa
Indonesia.
Keterkaitan antara media pembelajaran dengan tujuan, materi, metode dan kondisi
pembelajar, harus menjadi perhatian dan pertimbangan pengajar untuk memilih dan
menggunakan media dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga media yang
digunakan lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran (Sanaky,
2011).
Pernyataan
kategori percaya diri yang terdapat dalam angket motivasi memperoleh rata-rata skor siswa
secara keseluruhan menunjukkan hasil yang paling rendah dibandingkan aspek yang
lainnya. Namun dengan mayoritas
siswa yang masih berada dalam kisaran kategori baik menunjukkan bahwa siswa
memiliki percaya diri yang cukup tinggi untuk dapat mengikuti pembelajaran
dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Menurut Keller (2000), rasa
percaya diri akan menguatkan siswa untuk memiliki harapan yang positif dalam
meraih kesuksesan.
Hasil pengisian angket untuk pernyataan aspek kepuasan menunjukkan
kategori baik. Menggunakan media animasi dalam pembelajaran membuat siswa merasa
puas dengan proses belajar yang dilakukannya. Siswa merasa nyaman dan menikmati
pembelajaran ketika penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan media
animasi. Media animasi sebagai media audio-visual
memiliki fungsi afektif yang dapat terlihat dari tingkat kenikmatan
pembelajar ketika belajar. Gambar atau lambang visual akan dapat menggugah
emosi dan sikap pembelajar (Sanaky, 2011).
4.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Hasil studi ini menunjukkan bahwa penerapan flipped classroom dapat mengatasi kesulitan siswa yang lambat
belajar dan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Disarankan agar guru
menggunakan video atau animasi yang berbahasa Indonesia untuk lebih mempermudah
siswa dalam memahami konsep-konsep abstrak bahkan lebih baik jika guru membuat
media pembelajaran sendiri sesuai karakteristik siswanya.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2010. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Borah, R. R. (2013). Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing
their Hidden Skills. Dalam International Journal
of Educational Planning & Administration. [Online], Volume 3, Number 2,
hal. 139-143. Tersedia: http://www.ripublication.com/ijepa/ijepav3n2_04.pdf [5 Juli 2015)
Educause. (2012). Seven Things You Should Know About Flipped Classroom. [Online].
Tersedia: https://net.educause.edu/ir/library/pdf/eli7081.pdf
[28 Juni 2015]
Hamalik, O. (2007). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Herreid, C. F. dan Schiller, N. A. (2013). Case Studies and the Flipped
Classroom. Dalam Journal of College
Science Teaching. [Online], Vol. 42, No. 5., hal. 62-66. Tersedia: http://www.aacu.org/sites/default/files/files/PKAL_regional/CRWG-SPEE-REF-01.pdf [5 Juli 2015]
Keller, J. 2000. How
to Integrate Learner Motivation Planning into Lesson Planning: The ARCS Model
Approach. [Online]. Tersedia : http://www.arcsmodel.com. [9 September 2012].
Keller, J.
2006. What Is Motivational Design? [Online]. Tersedia: http://www.arcsmodel.com. [9 September 2012].
Malik, N.
I., Rehman G., dan Hanif. R. (2012). Effect of Academic
Interventions on the Developmental Skills of Slow Learners. Dalam Pakistan Journal of Psychological Research.
[Online], Vol. 27, No. 1, hal. 135-151. Tersedia: http://search.proquest.com/pqrl/docview/1019967689/fulltextPDF/FA177B4B464C87PQ/3?accountid=158194 [28 Juni 2015]
O’Day, D. H.
2006. Animated Cell Biology: A Quick and
Easy Method for Making Effective, High-Quality Teaching Animations.
[online]. Tersedia: http://www.cellbiologyeducation.com. [12 Februari 2011].
Purwaningtyas,
M. (2014). Strategi Pembelajaran Anak
Lamban Belajar (Slow Learners) di Sekolah Inklusi SD Negeri Giwangan
Yogyakarta. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/14353/1/SKRIPSI.pdf [28 Juni 2015]
Sanaky,
H.A.H. 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta : Kaukaba.
Shaw, R. S. (2010). Rescuing Students From the Slow Learner Trap. Dalam Principal Leadership. [Online], Februari
2010, hal. 12-16. Tersedia: http://www.nasponline.org/resources/principals/Slow_Learners_Feb10_NASSP.pdf [6 Juli 2015]
Slameto.
(2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugapriya, G. dan Ramachandran, C. (2011). Assessing Visual Memory in Slow Learners
by Teaching with Computer Animated Models. Dalam International Journal of Biological and Medical Research. [Online],
Vol. 2(4), hal. 946 – 949. Tersedia: www.biomedscidirect.com [28 Juni 2015]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar