Rabu, Oktober 21, 2015

The Implementation of Flipped Classroom in Genetics Substantive Matter to Overcome Slow Learner’s Problems

Cece Sutia1 and Gita Nurul Puspita2
1 SMAN 1 Sindangkerta
2 SMPN 2 Cimahi


ABSTRACT

The flipped classroom is a pedagogical model in which the typical lecture and homework elements of a course are reversed. This research has aim to disclose the implementation of flipped classroom to study Genetics Substantive  in SMAN 1 Sindangkerta year 2011/2012. One class (40 students of 12th grade) was involved in this study. Data were collected by using tests and motivation questionnaires. Based on descriptive statistical result, the student’s cognitive test categorized  as ‘good’ (Average Score = 79.85) in which 87.5 % of student reaches The Minimum Standard (KKM = 70) and student’s motivation  categorized as ‘good’ as well (3.10). It can be concluded that flipped classroom can overcome slow learner’s problems. According to this study, it is suggested to science teachers to use video or animation with Indonesian subtitle. Furthermore, it will be better if the teachers make their own video that is suitable for their students need.

Keywords: Flipped classroom, genetics substantive, slow learner, student’s motivation, 12th grade student

PENERAPAN FLIPPED LEARNING PADA MATERI SUBSTANSI GENETIKA UNTUK MENGATASI KESULITAN SISWA YANG LAMBAT BELAJAR

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji penerapan flipped classroom pada materi Substansi Genetika di SMAN 1 Sindangkerta tahun pelajaran 2011/2012. Satu kelas (40 siswa kelas XII IPA) dilibatkan dalam penelitian. Data dikumpulkan dengan menggunakan tes dan angket motivasi. Hasil analisis data melalui statistik deskriptif menunjukkan bahwa hasil belajar siswa tergolong kategori baik (dengan nilai rata-rata 79,85) dimana 87,5 % siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM = 70) dan motivasi belajar siswa tergolong kategori baik juga (3,10). Hasil studi ini menunjukkan bahwa penerapan flipped classroom dapat mengatasi kesulitan siswa yang lambat belajar. Disarankan agar guru menggunakan video atau animasi yang berbahasa Indonesia untuk lebih mempermudah siswa dalam memahami konsep-konsep abstrak bahkan lebih baik jika guru membuat video pembelajaran sendiri sesuai karakteristik siswanya.




Kata kunci: flipped classroom, substansi genetika, hasil belajar, motivasi siswa, siswa kelas XII

1.       Pendahuluan
Mengajar di kelas dengan siswa yang heterogen dalam kemampuan berpikir menjadi tantangan tersendiri, khususnya ketika menghadapi siswa yang lambat belajar (slow learner) (Borah, 2013).  Shaw (2010) memaparkan bahwa anak slow learner sedikit berbeda dengan anak normal tapi saat di sekolah mereka lambat dalam memahami materi pelajaran. Mereka sulit memahami hal-hal yang abstrak juga mengalami kesulitan saat harus mentransfer atau menerapkan konsep yang diajarkan ke dalam situasi baru. Selain itu mereka mengalami hambatan dalam mengatur waktu belajar, sehingga seringkali terlambat dalam menyelesaikan tugas. Malik, Rehman, dan Hanif (2012) menambahkan hasil ulangan harian slow learner lebih rendah dari rata-rata yang biasanya mampu dicapai oleh teman-teman sebayanya.
Konsep substansi genetika merupakan salah satu konsep yang bersifat kompleks dan rumit. Hal ini dikarenakan materi tersebut berisi tentang kromosom, DNA dan RNA yang berukuran ultramikroskopik. Siswa slow learner memerlukan waktu yang lebih banyak untuk dapat memahami proses-proses yang terjadi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dapat diterapkan model flipped classroom.
Menurut Educause (2012) flipped classroom merupakan suatu model pedagogik dimana waktu pelaksanaan kegiatan tatap muka di kelas dan pengerjaan tugas dibalik. Video singkat tentang materi pelajaran disimak oleh siswa di rumah sebelum mereka mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas dikhususkan untuk mengerjakan tugas-tugas berupa latihan, simulasi, proyek atau diskusi. Penggunaan video pelajaran menjadi karakteristik dalam flipped approach. Herreid dan Schiller (2013) memaparkan bahwa flipped approach dianggap menarik karena melibatkan penggunaan internet termasuk video dan audio yang dinarasikan oleh tokoh-tokoh yang berkompeten. Video ini dapat dibuat sendiri oleh guru kemudian diunggah secara online atau guru dapat memilih video yang sudah ada di channel Youtube.

2.      Metode Penelitian
Subjek penelitian ini adalah satu kelas XII IPA SMAN 1 Sindangkerta tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 40 orang siswa. Subjek penelitian ini dipilih berdasarkan hasil rata-rata ulangan harian pada tahun 2011 di SMAN 1 Sindangkerta sebesar 73,60 dan yang lulus KKM hanya 62,50% (KKM = 70).
Sebelum kegiatan pembelajaran siswa diminta untuk menyimak video animasi Substansi Genetika di Youtube Channel yang sudah ditentukan guru. Bagi siswa yang tidak memiliki akses internet di rumahnya, guru memberikan soft copy video tersebut agar siswa dapat melihatnya secara offline di rumah.  Durasi video tersebut tidak lebih dari 20 menit. Saat tatap muka di kelas siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan mengenai konsep-konsep yang telah dipelajari di rumah dan mendiskusikannya di kelas dengan bimbingan guru. Kemudian guru memberikan latihan soal untuk memperdalam pemahaman siswa.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data penelitian, yaitu: (1) hasil belajar siswa dikumpulkan menggunakan tes objektif (post-test), dan (2) motivasi belajar siswa dikumpulkan dengan teknik pemberian angket. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan statistik deskriptif.

3.      Hasil dan Pembahasan
Berikut merupakan hasil analisis statistika deskriptif untuk ketuntasan hasil belajar.
Tabel 1. Ketuntasan Hasil Belajar

Keterangan

% Ketuntasan (KKM = 70)
Nilai Rata-Rata
Tuntas
Tidak Tuntas
Hasil belajar siswa
87,50
13,50
79,85

Selanjutnya angket motivasi siswa dianalisis dan ditampilkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2. Rekapitulasi Skor Angket Motivasi Belajar Siswa
Rata-rata skor
Rata-rata skor keseluruhan
Attention
Relevance
Confidence
Satisfaction
3.25
3,09
2,96
3,10
3,10

Berdasarkan Tabel. 1 diketahui bahwa hasil belajar siswa pada materi substansi genetika menunjukkan hasil yang memuaskan yaitu rata-ratanya 79,85 dengan tingkat ketuntasan mencapai 87,50%. Hal ini dapat dikatakan bahwa hasil tersebut tergolong kategori baik (Arikunto, 2010). Hasil ini lebih baik dari tahun sebelumnya  dengan rata-rata ulangan harian pada tahun 2011 di SMAN 1 Sindangkerta adalah 73,60 dan yang lulus KKM sebanyak 62,50%.
Materi Substansi Genetika dapat dikatakan tergolong rumit dan kompleks. Bahkan dapat dikatakan bersifat abstrak akibat ukurannya yang ultramikroskopis. Materi ini bersifat abstrak sehingga diperlukan penggambaran objek secara visual.
Media animasi hampir serupa dengan media gambar karena sama-sama bersifat media visual. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan O’Day (2006), penayangan animasi dilakukan secara personal yang diakses melalui situs internet sehingga siswa dapat menyimak secara lebih jelas dengan pemberian kontrol waktu penayangan. Ternyata hasilnya menunjukkan kelompok siswa yang menyimak animasi dengan waktu yang lebih lama mendapatkan nilai test yang lebih tinggi.
Penerapan flipped classroom memberikan keleluasaan kepada siswa untuk melakukan pembelajaran secara mandiri sehingga slow learners memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengulang video pembelajaran sampai mereka lebih memahami konsep-konsep yang disajikan. Sebaliknya, pada kelas tradisional siswa berusaha sangat keras untuk memahami penjelasan yang disampaikan guru. Mereka jarang dapat meminta guru berhenti dan meminta guru untuk mengulangi penjelasannya. Apalagi slow learner cenderung tidak percaya diri ketika mengungkapkan ide (Reddy, Ramar, dan Kusuma, 2006 dalam Purwaningtyas, 2014).
Kegiatan tatap muka dengan guru yang diisi dengan pengerjaan tugas, diskusi kelas untuk pendalaman materi memberikan pandangan yang lebih baik kepada guru agar lebih mengenali gaya belajar siswanya. Penggunaan waktu belajar di kelas pun menjadi lebih efektif dan lebih kreatif (Herreid dan Schiller, 2013).
Melalui pembelajaran menggunakan media animasi, siswa belajar dengan menggunakan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dan memperhatikan suatu proses yang bergerak (simulasi proses) sehingga lebih mudah untuk memahami materi. Mayer (dalam O’Day, 2006) telah membuktikan bahwa siswa belajar lebih efektif bila ada penggabungan antara kata-kata dengan gambar secara audio-visual (efek multimedia) daripada hanya sekedar teks bacaan bahkan yang dilengkapi gambar (efek kedekatan spasial).  Hal ini dapat terjadi karena banyak organ sensori siswa yang aktif terlibat (Sugapriya dan Ramachandran, 2011)
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Karena itu, perlu diusahakan bahan ajar selalu menarik perhatian (Slameto, 2003). Jika siswa sudah merasa tertarik akan sesuatu, maka akan timbul minat siswa untuk mengkaji materi ajar yang diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan siswa lebih menyukai sesuatu hal daripada hal lainnya (Hamalik, 2007).
Hasil yang didapat dari pengisian angket yaitu seluruh siswa mencapai kategori motivasi belajar yang baik dengan rata-rata skor keseluruhan 3,10 dari skor maksimal 4,00 (Tabel. 2). Ditinjau dari aspek motivasi ARCS (Attention, Relevance, Confidence and Satisfaction) menurut Keller (2006), secara umum seluruh aspek meraih kategori yang baik dengan rata-rata skor keseluruhan 3,25 untuk perhatian (attention), 3,09 untuk relevansi (relevance), 2,96 untuk percaya diri (confidence) dan 3,10 untuk aspek kepuasan (satisfaction) (Tabel 2). Ini berarti penggunaan media animasi dalam pembelajaran dapat membuat motivasi belajar siswa tinggi. Media animasi memang memiliki keunikan tersendiri dalam segi tampilan ditambah lagi dengan penayangannya secara audio visual.
Menurut Sanaky (2011) melalui sifatnya yang audio visual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi pemicu atau memotivasi siswa untuk belajar. Berikut ini pembahasan lebih rinci mengenai rekapitulasi hasil perolehan skor untuk masing-masing aspek motivasi belajar dan pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hasil pengisian angket untuk pernyataan aspek perhatian menunjukkan kategori baik. Hal ini semakin menguatkan bahwa penggunaan media animasi sebagai media audio-visual dalam pembelajaran dapat memunculkan perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung. Livie dan Lentz (1982) (dalam Sanaky, 2011) mengemukakan salah satu dari empat fungsi media pembelajaran khususnya media visual adalah fungsi perhatian.
Fungsi perhatian berarti media visual merupakan inti, menarik dan mengarahkan perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Menurut Keller (2000), untuk tetap mempertahankan perhatian siswa perlu dibuat suatu upaya tertentu yang merangsang keingintahuan siswa terhadap hal tersebut. Menggunakan media animasi dalam pembelajaran dapat dijadikan salah satu strategi yang baik untuk meningkatkan perhatian siswa bila dilihat dari hasil yang didapat melalui pembelajaran yang telah dilakukan.
Hasil pengisian angket untuk pernyataan aspek relevansi menunjukkan kategori baik. Hasil ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan siswa yakin bahwa pembelajaran ini memiliki kesesuaian dengan kebutuhan siswa sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Menurut Keller (2000) walaupun rasa ingin tahu telah terbangun, motivasi belajar akan berkurang apabila isi dari pembelajaran tidak bernilai atau tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.
Hasil angket menyatakan bahwa terdapat kata-kata yang tidak dimengerti selama kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan Bahasa Inggris dalam media animasi yang digunakan.
Sejumlah siswa yang mengisi bagian essay pada angket motivasi belajar menyatakan kekurangan dari media animasi yang digunakan adalah bahasanya yang menggunakan bahasa Inggris serta tidak dilengkapi subtitle dalam bahasa Indonesia. Keterkaitan antara media pembelajaran dengan tujuan, materi, metode dan kondisi pembelajar, harus menjadi perhatian dan pertimbangan pengajar untuk memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga media yang digunakan lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran (Sanaky, 2011).
Pernyataan kategori percaya diri yang terdapat dalam angket motivasi memperoleh rata-rata skor siswa secara keseluruhan menunjukkan hasil yang paling rendah dibandingkan aspek yang lainnya. Namun dengan mayoritas siswa yang masih berada dalam kisaran kategori baik menunjukkan bahwa siswa memiliki percaya diri yang cukup tinggi untuk dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Menurut Keller (2000), rasa percaya diri akan menguatkan siswa untuk memiliki harapan yang positif dalam meraih kesuksesan.
Hasil pengisian angket untuk pernyataan aspek kepuasan menunjukkan kategori baik. Menggunakan media animasi dalam pembelajaran membuat siswa merasa puas dengan proses belajar yang dilakukannya. Siswa merasa nyaman dan menikmati pembelajaran ketika penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan media animasi. Media animasi sebagai media audio-visual memiliki fungsi afektif yang dapat terlihat dari tingkat kenikmatan pembelajar ketika belajar. Gambar atau lambang visual akan dapat menggugah emosi dan sikap pembelajar (Sanaky, 2011).

4.      Kesimpulan dan Rekomendasi
Hasil studi ini menunjukkan bahwa penerapan flipped classroom dapat mengatasi kesulitan siswa yang lambat belajar dan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Disarankan agar guru menggunakan video atau animasi yang berbahasa Indonesia untuk lebih mempermudah siswa dalam memahami konsep-konsep abstrak bahkan lebih baik jika guru membuat media pembelajaran sendiri sesuai karakteristik siswanya.

Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Borah, R. R. (2013). Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing their Hidden Skills. Dalam International Journal of Educational Planning & Administration. [Online], Volume 3, Number 2, hal. 139-143. Tersedia: http://www.ripublication.com/ijepa/ijepav3n2_04.pdf   [5 Juli 2015)
Educause. (2012). Seven Things You Should Know About Flipped Classroom. [Online]. Tersedia: https://net.educause.edu/ir/library/pdf/eli7081.pdf  [28 Juni 2015]

Hamalik, O. (2007). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Herreid, C. F. dan Schiller, N. A. (2013). Case Studies and the Flipped Classroom. Dalam Journal of College Science Teaching. [Online], Vol. 42, No. 5., hal. 62-66. Tersedia: http://www.aacu.org/sites/default/files/files/PKAL_regional/CRWG-SPEE-REF-01.pdf [5 Juli 2015]

Keller, J. 2000. How to Integrate Learner Motivation Planning into Lesson Planning: The ARCS Model Approach. [Online]. Tersedia : http://www.arcsmodel.com. [9 September 2012].

Keller, J. 2006. What Is Motivational Design? [Online]. Tersedia: http://www.arcsmodel.com. [9 September 2012].

Malik, N. I., Rehman G., dan Hanif. R. (2012). Effect of Academic Interventions on the Developmental Skills of Slow Learners. Dalam Pakistan Journal of Psychological Research. [Online], Vol. 27, No. 1, hal. 135-151. Tersedia: http://search.proquest.com/pqrl/docview/1019967689/fulltextPDF/FA177B4B464C87PQ/3?accountid=158194 [28 Juni 2015]

O’Day, D. H. 2006. Animated Cell Biology: A Quick and Easy Method for Making Effective, High-Quality Teaching Animations. [online]. Tersedia: http://www.cellbiologyeducation.com. [12 Februari 2011].

Purwaningtyas, M. (2014). Strategi Pembelajaran Anak Lamban Belajar (Slow Learners) di Sekolah Inklusi SD Negeri Giwangan Yogyakarta. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/14353/1/SKRIPSI.pdf  [28 Juni 2015]

Sanaky, H.A.H. 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta : Kaukaba.

Shaw, R. S. (2010). Rescuing Students From the Slow Learner Trap. Dalam Principal Leadership. [Online], Februari 2010, hal. 12-16. Tersedia: http://www.nasponline.org/resources/principals/Slow_Learners_Feb10_NASSP.pdf [6 Juli 2015]

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.


Sugapriya, G. dan Ramachandran, C. (2011). Assessing Visual Memory in Slow Learners by Teaching with Computer Animated Models. Dalam International Journal of Biological and Medical Research. [Online], Vol. 2(4), hal. 946 – 949. Tersedia: www.biomedscidirect.com  [28 Juni 2015]

Tidak ada komentar: